MAKALAH
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN
Disajikan Pada Mata
Kuliah Perencanaan Pembelajaran
oleh:
Trisna
Hargi Ramadianti 11140110000069
Teguh Iswanto 11140110000044
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2015
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN[1]
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada hakikatnya belajar merupakan suatu proses yang dilalui oleh
individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku ke arah lebih baik sebagai
hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar dapat terjadi melalui usaha mendengar,
membaca, mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati, meniru,
melatih, atau mencoba sendiri dengan pengajaran atau latihan. Adapun perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar tersebut relatif tetap bukan hanya perubahan
yang bersifat sementara. Tingkah laku mengalami perubahan menyangkut semua
aspek kepribadian, baik perubahan pengetahuan, kemampuan, keterampilan,
kebiasaan, sikap dan aspek perilaku lainnya.
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata
cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa,
perencanaan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar
kelas.Namun teori belajar ini tidaklah semudah yang dikira, dalam prosesnya
teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat menunjang
seperti: lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat
kecerdasan siswa.
Belajar sebenarnya telah dimulai sejak Nabi Adam, sebagaimana yang
telah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 31-33.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan belajar dan pembelajaran?
2.
Macam-macam
prinsip-prinsip yang ada dalam pembelajaran?
3.
Bagaimana
pandangan belajar dan pembelajaran dari berbagai aliran?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Belajar
Belajar
adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.Ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada
proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun
lingkungan rumah atau keluarganya sendiri[2]
Para ahli mendefinisikan belajar
dengan berbagai rumusan, sehingga terdapat keragaman tentang makna belajar,
diantaranya:
a.
Skinner,
berpendapat yang dimaksud belajar adalah suatu perilaku, pada saat orang
belajar, maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar,
maka responnya menurun.[3]
b.
Gagne,
merumuskan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, yaitu setelah
belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.[4]
c.
Henry Clay
Lingren dan Newtin Sutert mendefinisikan dengan perubahan yang relatif permanen
dalam bentuk tingkah laku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.
d.
Biggs
mendefiniskan belajr dengan tiga macam rumusan yaitu: rumusan kuantitatif,
rumusan institusional dan rumusan kualitatif.
Secara kuantitatif belajar berarti kegiatan pengisian atau
pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Secara
institusional, belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap
penguasaan peserta didik atas materi-materi yang telah ia pelajari. Kemudian
belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya
daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang
kini dan akan datang.[5]
Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa belajar pada hakekatnya
adalah “perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya
melakukan aktifitas belajar, walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan
termasuk kategori belajar.[6]
B.
Pengertian
Pembelajaran
Akhir-akhir ini muncul istilah baru
yaitu pembelajaran. Terdapat perbedaan pengertian antara pengajaran dan
pembelajaran. Pengajaran berpusat pada guru, sedangkan pembelajaran berpusat
pada siswa.
Beberapa
ahli merumuskan pengertian pembelajaran:
a.
Menurut Syaiful
Sagala, pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan
meupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh
pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.[7]
b.
Menurut Corey
pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola
untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.[8]
Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material pasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang
terlibat dalam proses pembelajaran terdiri atas siswa, guru dan tenaga lainnya,
misalnya tenaga labolatorium. Materil meliputi buku-buku, papan tulis,
fotografi, slide dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari
ruangan kelas, perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi
jadwal, dan metose penyampaian informasi, praktek, balajar, ujian dan sebagainya.[9]
Dari teori-teori yang dikemukakan banyak ahli tentang pembelajaran
Oemar Hamalik mengemukakan tiga rumusan yang dianggap lebih maju dibandingkan
dengan rumusan terdahulu yaitu[10]:
1.
Pembelajaran
adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi
peserta didik.
2.
Pembelajaran
adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang
baik.
3.
Pembelajaran
adalah suatu proses membantu siswa mengahadapi kehidupan masyarakat
sehari-hari.
Proses pembelajaran dalam pendidikan Islam sebenarnya sama dengan
proses pembelajaran pada umumnya, namun yang membedakan bahwa dalam
pendididikan Islam proses maupun hasil belajar selalu inhern, dengan
keislaman.Keislaman melandasi aktivitas belajar, menafsirkan perubahan yang
terjadi serta menjiwai aktifitas berikutnya.[11]
Keseluruhan proses pembelajaran berpegang pada prinsip-prinsip Al-Qur’an
dan Sunnah serta terbuka untuk unsur-unsur luar secara adaptif yang
ditilik dari persepsi keislaman.[12]
Perubahan pada ketiga domain yang dikehendaki Islam adalah perubahan yang dapat
menjembatani individu dengan masyarakat dan dengan Khalik (habl min Allah wa
habl min al-Nas) tujuan akhir berupa pembentukan orientasi hidup secara
menyeluruh sesuai dengan kehendak Tuhan yaitu mengabdi kepada Tuhan (ubudiyah)
dan konsisten dengan kekhalifahannya (khalifah Allah fi al-Ardh).
C.
Prinsip-Prinsip
Pembelajaran[13]
Pembelajaran merupakan suatu aktivitas (proses) yang sistematis dan
sistematik yang terdiri atas komponen.Masing-masing komponen tidak
bersifat parsial (terpisah), tetapi harus berjalan secara teratur, saling
bergantung, konplementer dan berkelanjutan.Untuk itu diperlukan pengelolaan pembelajaran
yang baik harus dikembangkan berdasarkan pada asas-asas pembelajaran.Prinsip-prinsip
pembelajaran ini muncul dari penemuan para ahli psikologi kemudian
diaplikasikan dalam bidang pendidikan sehingga lahirlah prinsip-prinsip
pembelajaran.
1. Aktivitas
Belajar yang berhasil mestilah memlalui berbagai macam aktivitas, baik
aktivitas fisik maupun psikis. Seluruh perasaan dan kemauan dikerahkan dan
diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang
optimal, sekaligus mengikuti proses pembelajaran secara aktif. Pada saat
peserta didik aktif jasmaninya, dengan sendirinya dia juga aktif jiwanya,
begitu sebaliknya. Karena itu keduanya merupakan satu kesatuan, dua keeping satu
mata uang. Menurut J. Piaget, “seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat,
tanpa berbuat anak tak berpikir” agar ia berpikir sendiri (aktif), ia harus
diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Disini berlaku prinsip “learning by
doing, learning by doing experience”. Menurut prinsip ini seorang guru
hanya menyajikan bahan pelajaran, peserta didiklah yang mengolah dan mencernanya
sendiri sesuai kemauan, bakat dan latar belakangnya. “you can lead a horse
to water but you canot make him drink”.
Keaktifan itu ada dua macam, yaitu keaktifan rohani dan keaktifan
jasmani atau keaktifan jiwa dan keaktifan raga. Dalam kenyataan kedua hal itu
bekerjanya tidak dapat dipisahkan. Misalnya orang yang sedang berpikir.
Berpikir adalah keaktifan jiwa tetapi itu tidak berarti bahwa dalam keaktifan
berpikir raganya pasif sama sekali. Paling sedikitnya bagian raga yang
diperlukan selalu untuk berpikir taitu otak tentu juga tentu juga seperti urat
saraf dan lain-lain.
Proses keaktifan yang telah diuraikan di atas perlu mendapat perhatian
dari guru. Keaktifan jasmani dan rohani yang dapat dilakukan disekolah menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul B. Diedrich meliputi:
1) Visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar,
demonstrasi, percobaan dan sebagainya.
2) Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, interview, diskusi, dan sebagainya.
3) Listening activities, seperti mendengarkan uraian percakapan,
diskusi, music, pidato, ceramah, dan sebagainya.
4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan laporan,
angket, menyalin, dan sebagainya.
5) Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta,
patron, dan sebagainya.
6) Motor activities, seperti menangkap, mengingat, memecahkan
soal, menganalisa, dan mengambil keputusan, dan sebagainya.
7) Emotional activitie, seperti menaruh minat gembira, berani,
tenang, gugup, kagum, dan sebagainya.
Dalam pendidikan Agama asas aktivitas dapat
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pada pengajaran akhlak dapat dilaksanakan
latihan untuk mengadakan pertolongan bersama untuk korban bencana dan
kecelakaan seperti; banjir, angin topan, gunung meletus, kelaparan dan
sebagainya; caranya dapat dilakukan dengan mengadakan pengumpulan uang, beras,
botol kosong, Koran bekas, dan sebagainya. Memberikan uang atau barang sebagai
derma untuk keperluan sesuatu merupakan persiapan yang sangat penting untuk
pelaksanaan rukun Islam yang ke-4 yaitu “zakat” dimana orang harus melepaskan
sebagian kecil dari miliknya dengan ikhlas.
b. Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
membangkitkan keaktifan anak-anak untuk berpikir sendiri, antara lain mengenai
hal-hal yang halal dan haram, yang wajib dan yang sunat, yang baik dan yang
buruk, perbuatan-perbuatan yang luhur dan yang tercela dan sebagainya.
c. Memberikan kesempatan kepada anak-anak
untuk mengutamakan pengalaman-pengalamannya waktu bulan puasa, lebaran dan
sebagainya.
2. Motivasi
Seorang pengajar harus dapat menimbulkan motivasi anak. Motivasi ini
sebenarnya banyak dipergunakan dalam berbagai bidang dan situasi, tapi di dalam
uraian ini diarahkan pada bidang pendidikan, kuhususnya pada proses bidang
pembelajaran. Menurut Crider, motivasi adalah “sebagai hasrat, keinginan dan
minat yang timbul dari seseorang dan langsung ditujukan kepada suatu objek”.
W.H.
Burton dalam buku “The Guidance of Learning Activity” membedakan dua
jenis motivasi yaitu : (1) Instrinsic Motivation, dan (2) Extrinsic
Motivation.
Yang
dimaksud dengan instrintic motivation adalah suatu cita-cita atau daya
yang telah ada dalam diri individu yang mendorong seseorang untuk berbuat dan
melakukan sesuatu, sedangkan extrinsic motivation ialah segala suatu
yang dating dari luar yang menjadi cemeti bagi murid-murid agar berbuat lebih
giat. Ke dalam motivasi extrinsic termasuk juga : ijazah, nilai yang tinggi,
hadiah, ganjaran, penghargaan dan lain-lain.
Sebagai
proses, motivasi mempunyai fungi antara lain :
a. Member semangat dan mengaktifkan murid agar
tetap berminat belajar dan bekerja
b. Memusatkan perhatian anak-anak pada tugas
tertentu yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar.
c. Membantu memenuhi kebutuhan hasil jangka
panjang dan hasil jangka pendek.
Usman Najati
menyebutkan tiga macam bentuk motivasi seperti termaktub dalam Al- Quran,
yakni (1) janji (antara lain Al- Baqarah 81-82), (2) ancaman (antara lain Yusuf
111), (3) pemanfaatan peristiwa-peristiwa penting (antara lain At-Taubah 25-26).
3. Individualitas
Salah satu keunikan ciptaan Allah adalah bahwa setiap individu sebagai
manusia merupakan orang-orang yang memiliki pribadi/jiwa sendiri. Tidak ada dua
manusia yang sama persis, sekalipun kembaran. Kekhususan jiwa itu menyebabkan
individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya.
Azas individualitas ini hendaknya menjadi perhatian pendidik. Setiap
guru yang menyelenggarakan pembelajaran hendaknya selalu memperhatikan dan
memahami serta berupaya menyesuaikan bahan pelajaran dengan keadaan peserta
didiknya, baik menyangkut perbedaan segi usia, bakat, kemampuan, intelegensi,
perbedaan fisik, watak dan sebagainya.
Individu adalah manusia, seorang yang memiliki pribadi jiwa sendiri.
Kehalusan jiwa itu menyebabkan individu memiliki karakteristik sendiri dalam
kedudukannya di tengah-tengah komunitas, masing-masing memiliki individual
difference (al-farq fardiyah).
Adanya perbedaan individual menunjukan pula adanya perbedaan kondisi
belajar setiap orang, agar setiap individu dapat berkembang optimal dalam
proses belajar diperlukan orientasi yang paralel dengan kondisi yang
dimilikinya, dituntut penghargaan guru dalam individualitas.
Untuk memenuhi prinsip perbedaan individu ada dua macam pendekatan
yaitu: pendekatan pertama menitik beratkan kepada pengajaran individual
untuk memenuhi kebutuhan individu dan belajar kelompok hanya menjadi pelengkap
sosialisasi. Sebaliknya pendekatan kedua berusaha memenuhi perbedaan
individu dengan mengorganisir kegiatan-kegiatan belajar yang perlu bagi murid
dalam hubungannya dengan kegiatan kelompok.
Untuk menyesuaikan materi ajar dengan perbedaan individu-individu
diperlukan usaha-usaha sebagai berikut.
a. Individualized assignment
Merencanakan tugas-tugas perorangan sesuai dengan kebutuhan murid yang
bersangkutan.
b. Pengajaran unit atau proyek
Anak-anak secara bersama-sama membuat suatu proyek, dan dalam proyek itu
anak-anak dapat bekerja sendiri sesuai dengan minatnya.
c. Dengan teknik bertanya
Pertanyaan yang sukar diberikan kepada murid yang pandai dan pertanyaan
yang mudah diberikan kepada murid yang kurang pandai.
d. Remedial work
Memperbaiki kesalahan dan mencarikan jalan keluar atas kesulitan yang
dirasakan oleh murid-murid secara individual. Untuk mengetahui kesulitan
murid-murid dilakukan “Diagnostic test”
e. Homogeneous grouping
Mengelompokan murid atas kemampuan dan memberikan tugas sesuai dengabn
pengelompokannya.
f. Pemberian tugas di luar sekolah
Anak-anak yang kurang pandai diberi tugas berupa latihan sedang anak
yang pandai diberi tugas tambahan.
4. Keperagaan
Peragaan meliputi semua pekerjaan panca indera yang bertujuan untuk
mencapai pengertian pemahaman sesuatu hal secara lebih tepat dan menggunakan alat-alat
indera. Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Untuk memiliki sesuatu
kesan yang terang dalam peragaan, maka murid haru mengamati bendanya tidak
terbatas pada luarnya saja, tapi harus dalam segala macam seginya, dianalisis,
disusun, dikomparasikan, sehingga murid dapat memperoleh gambaran yang lengkap.
Alat peraga dalam pembelajaran dibekan menjadi
dua:
a. Alat peraga langsung, yang dimaksud dengan
alat peraga langsung adalah melihatkan benda aslinya, seperti bila kita
mengajarkan tentang kucing , maka sebagai akat peraga langsung ialah kucing itu
sendiri yang diperlihatkan kepada murid.
b. Alat peraga tidak langsung,
1. Model, apabila kita tidak mungkin membawa
benda yang sebenarnya ke sekolah maka guru dapat membuat model dari benda itu, umpanya;
guru mengajarkan tentang lalu lintas dalam suatu kota, sebagai alat peraga guru
dapat membuat maket dari kota tersebut.
2. Gambar, gambar ini dapat pula dibedakan
lagi atas
-
Gambar mati seperti gambar biasa
-
Gambar yang diperoyeksikan seperti: slide, apaq ue, OHP, In Focus, film strip, video
cassette,VCD, dan sebagainya.
Keuntungan yang diperoleh dari keperagaan
adalah sebagai berikut:
1) Menghemat waktu dalam belajar
2) Menambha kemantapan sesuatu yang telah
dipelajari oleh murid-murid
3) Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan
penuh kegembiraan
4) Mengkongkritkan yang bersifat abstrak
5. Ketauladanan
Sejak pase-pase awal kehidupan manusia banyak sekali belajar lewat peniruan
terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orangdisekitarnya, khususnya dari
orang tuanya. Al-Quran telah memberikan contoh bagaimana manusia belajar
lewat meniru. Kisah tentang Qabil yang dapat mengetahui bagaimana menguburkan
mayat saudaranya Habil yang telah dibunuhnya, diajarkan oleh Allah melalui peniruaan
seekor gagak yang menggali-gali tanah guna menguburkan bangkai seekor gagak
yang lain.
Kecendrungan manusia untuk meniru atau belajar lewat peniruan
menyebabkan ketauladanan menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran.
Rasulullah adalah suri tauladan yang baik bagi umat islam.
Ketauladanan dalam pendidikan adalah metode influitif yang paling
meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual
dan social anak. Hal ini adalah karena pendidik merupakan contoh terbaik dalam
pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak-tanduknya, dan tata santunnya,
disadari atau tidak bahkan terpatri dalam jiwa dan perasaannya gambaran seorang
pendidik.
Menurut Edi Suardi ketauladanan itu ada dua macam yaitu:
1) Sengaja berbuat secara sadar untuk ditiru
oleh di terdidik
2) Berprilaku sesuai dengan nilai dan norma
yang akan kita tanamkan pada peserta didik sehingga tanpa sengaja menjadi
teladan bagi peserta didik.
Ulwan
mengatakan bahwa masalah keteladanan menjadi factor penting dalam hal baik
buruknya anak, jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani
dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran
agama, maka anak akan tumbuh menjadi orang yang jujur, berakhlak mulia, berani
dalam sikap, menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan yang
diajarkan oleh agama. Dan jika pendidik pembohong, berkhianat, durhaka, kikir,
penakut, dan hina, bagaimanapun suci dan beningnya fitrah anak dan bagaimanapun
besarnya usaha dan sarana yang dipersiapkan untuk pendidikan anak, anak tidak
akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan kepribadian utama selam ia
tidak melihat sang pendidik sebagai teladan, dan mempunyai nilai-nilai moral
yang tinggi.
Oleh karena
itu, adanya pengaruh yang begitu besar, dari keteladanan harus kita manfaatkan
untutk pendidikan agama. Dengan keteladanan serta menampilkan pribadi yang baik
secara wajar tanpa dibuat-buat atau memaksakan diri sedemikian rupa, wajah yang
cerah hidup yang wajar dan pribadi yang luhur akan memberikan pengaruh yang
kuat terhadap anak didik, sehingga inti kewibawaan yang sangat pribadi dalam
pendidikan akan datang dengan sendirinya.
6. Pembiasaan
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan
kepribadian anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan oleh pendidik adalah
terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didik. Kebiasaan adalkah satu tingkah
laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih dahulu, dan
berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi/
Dalam
kehidupan sehari-hari pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting, karena
banyak kita lihat orang yang berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan
semata-mata. Tanpa itu hidup kita akan berjalan lambat sekali; sebab sebelum
melakukan sesuatu kita harus memikirkan terleboh dahulu apa yang akan
dilakukan.
Hal ini dibenarkan oleh Mahmud Yunus
sebagaimana katanya: “sebenarnya manusia hidup di dunia ini menurut kebiasaan
(adat) penghidupan menurut adatnya, makan menurut adatnya, bahkan ia bahagia
dan celaka menurut adatnya, jujur atau khianatnya menurut adatnya begitulah
seterusnya. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan akan sulit mengubahnya”.
Pembiasaan
dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin Rasulullah
memerintahkan kepada para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan
shalat, tatkala berumur tujuh tahun.
Sabda
Rasulullah SAW
Artinya:
“Suruhlah
anak-anakmu menegerjakan shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan
pukullah mereka jika enggan mengerjakan kalau mereka sudah berumur sepuluh
tahun, dan pisahkan antara mereka ketika mereka tidur”. (H.R. Muslim)
7. Korelasi
Asas korelasi adalah asa yang menghendaki agar materi pembelajaran
antara satu mata pelajaran engan mata pelajaran lainnya disajikan secara terkait
dan integral.
Adapun
prinsip korelasi ini bertitik tolak dan teori Getal yang menyatakan bahwa
“keseluruhan itu lebih memiliki makna daripada bagian-bagian”. Dan jumlah
bagian-bagian itu baru ada arti dan maknanya jika dihubunbgkan dalam satu
kesatuan dan terpadu. Atas dasar inilah kemudian disusun suatu organisasi
kurikulum yaitu Correlated Curriculum dalam pengajaran, yakni suatu
kurikulum yang berorientasi untuk mengkorelasikan dan menghubungkan berbagai
mata pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnya yaitu melalui:
1. Cara Korelasi Okasional
Cara okasional artinya dilakukan dengan jalan sewaktu-waktu guru
menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya
(misalnya pelajaran bahasa Arab dengan pelajaran Tafsir)
2. Cara Korelasi Total
Adalah penggabungan tersebut dilakukan antara mata pelajaran agama
dengan mata pelajaran umum menjadi sayu-kesatuan cara ini dilakukan karena
rencana pelajaran disusun atas dasar organisasi kurikulum Integrated
Curiculum dalam hal ini hanya dapat dilakukan pada pengajaran proyek, yang
dilaksanakan secara terprogram dan terencana. Namun dalam batas-batas tertentu
dapat saja dilaksanakan dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Azas korelasi ini hendaknya diupayakan
dalam setiap situasi pembelajaran. Adanya azas korelasi dalam pembelajaran
dapat memberikan manfaat
a. Pelajaran disajikan dalam satu kesatuan
yang utuh atau integral dalam bagian-bagian yang terpisah
b. Pengetahuan dan pengertian anak tentang
agama menjadi integral, karena pelajaran selalu di hubungkan dengan pelajaran
umum dan keadaan lingkungan anak didik.
c. Dapat membimbing kepada pembentukan
kepribadian yang sempurna dan kaffah. Bukan kepribadian yang pecah.
8. Azas Minat dan Perhatian
Setiap individu mempunyai kecendrungan fundamental untuk berhubungan
dengan sesuatu yang ada dalam lingkungannya. Apabila sesuatu itu memberikan
kesenangan pada dirinya, kemungkinan Ia akan berminat terhadap sesuatu itu.
Menurut Crow dan Crow minat itu diartikan sebagai kekuatan pendorong yang
menyebabkan individu memberikan perhatian kepada seseorang, atau kepada
aktivitas-aktivitas tertentu.
Selanjutnya Bimo Walgito menyatakan bahwa minat adalah suatu keadaan
dimana seseorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu dan disertai dengan
keinginan utnuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikan lebih lanjut.
Perhatian salah satu factor psikologis yang dapat membantu terjadinya
interaksi dalam proses pembelajaran. Kondisi psikologi itu dapat terbentuk
melalui dua hal: pertama, yang timbul secara instrinsik dan yang kedua
melalui bahan pelajaran (content). Peranan perhatian dalam proses
belajar diungkapkan dalam Al-Quran antara lain: Al’Araf 204, Ibrahim 24-25.
Azas perhatian ini dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu (1) perhatian
spontan, (2) perhatian karena didorong atau perhatian yang diusahakan. Pada
perhatian spontan biasanya timbul karena kesadaran pribadi dan bukan paksaan,
sehingga perhatian spontan ini sifatnya tahan lama dan sulit untuk dilupakan.
Kemudian pada perhatian karena didorong atau diusahakan timbul karena adanya
suatu dorongan tertentu atau karena diciptakan, perhatian yang sifatnya
didorong atau diusahakan ini sangat penting sekali dalam pelaksanaan
pembelajaraan, karena banyak anak mengikuti pengajaran yang diberikan di
sekolah pad umumnya kurang serius.
Miaslnya guru membuat perhatian anak didik tertuju atau terpusat pada
pelajaran yang disampaikan, jadi disini dapat kita lihat bahwa perhatian pesrta
didik terpusat karena adanya usaha oleh guru, walaupun sifat perhatian tersebut
kurang serius.
D.
Teori-teori Belajar[14]
1.
Teori belajar
Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.Teori
ini memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan
aspek-aspek mental.Sehingga dengan kata lain behavioristik tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaaan individu dalam suatu
belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang
berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon.Sedangkan apa yang
terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak bisa diamati.Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
a.
Edward Lee
Thorndike (Teori Koneksionisme)
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang
telah dipaparkan dan diletakan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya
dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar
tersebut tersentuh.Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error”
atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan
cara mencoba-coba dan membuat salah.Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing
tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai
hasil.Setiap respon menimbulkan stimulus baru, selanjutnya stimulus baru ini
akan menimbulkan respon lagi, demikian selanjutnya.
Oeh karena itu, teori yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering
disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi yang aman teori
ini sudah diterapkan dalam proses pembelajaran.
Berkaitan dengan teori belajar yang dikemukakannya kemudian
Thorndike mengajukan tiga kelompok hukum atau prinsip-prinsip yangf memberikan
keterangan tentang proses belajar, yakni tiga macam hukum primer dan lima macam
hukum subsider.
Tiga macam hukum primer yang dimaksud adalah hukum kesiapan, hukum
latihan, dan hukum efek. Sedangkan lima macam hukum subsider adalah berupa
prinsip-prinsip terjadinya respon ganda, prinsip kesiapan mental, prinsip
aktivitas bagian, prinsip analogi atau asimilasi dan prinsip penukan asosiasi.
Isi pokok dari masing-masing hukum atau prinsip tersebut dikemukakan
berturut-turut sebagai berikut:
a)
Hukum Kesiapan
(low of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasaan individu secara asosiasi cenderung diperkuat.
b)
Hukum Latihan (law
of exercise), semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c)
Hukum Akibat (law
of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.[15]
Dari bebebrapa hukum diatas dapat disimpulkan bahwa teori
koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection)
antara kesan pancaindra dengan kecenderungan bertindak.Torndike berkeyakinan
bahwa prinsip proses belajar binatang sama dengan yang berlaku pada manusia,
walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa diperantai
pengartian.Binatang melakukan respon-respon langsung dari apa yang diamati dan
terjadi secara mekanis.
b.
Ivan Petrovich
Pavlov (Teori Classical Conditioning)
Dalam pemikiran Pavlov yang dikutip dalam buku Muhibbin berasumsi
bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Classical Conditioning (pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya
terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada
seekor anjing.Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar.Apabila diperlihatkan
sesuatu makanan, maka keluarlah air liur anjing tersebut.Ini sebelum makanan
diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru
makanan.Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula.Apabila perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketikadengan hanya
memperlihatkan si merah saja tanpa makanan air liurpun akan keluar pula.Makanan
adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan.Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang , rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liar pada anjing
tersebut.Peristiwa ini disebut: Refleks Bersyarat atau Conditioned Response.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan
strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon
yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
c.
Burhus Frederic
Skinner (Teori Operant Conditioning)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner
mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku.Dalam
perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant condotioning.Dimana
seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement
yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar.Dalam beberapa hal,
pelaksanaannya jauh lebih fleksibel dari pada conditioning klasik.
Dalam laboratorium Skinner memasukan tikus yang telah dilaparkan
dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan
berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu
yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.Karena
dorongan lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan.Selama tikus
bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol,
makanan keluar.Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai
peningkatan perilaku yang ditunjukan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner
mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.Maksudnya
adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan
negatif.Bentuk-bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku atau
penghargaan.Bnetuk-bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak
memberi penghargaan, memberi tugas tambahan atau menunjukan perilaku tidak
senang.
d.
Robert Gagne
(Teori Condition of Learning)
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika yang
terkenal dengan penemuannya berupa conditioning of learning.Gagne
disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan
instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat
dimodifikasi.Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan
kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki keterampilan intelektual.
Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan.Belajar
dimulai dari hal yang sederhana dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar
SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi dan belajar konsep) sampai pada
tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan
masalah).Praktiknya gaya belajar mengacu pada asosiasi stimulus respon.
e.
Albert Bandura
(Teori Belajar Sosial)
Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mondare Alberta berkebangsaan
kanada.Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial dan
kognitif sosial serta efikasi diri.Eksperimennya yang sangat terkenal
adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukan anak meniru secara persis perilaku
agresif dari orang dewasa diseitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajat observasi adalah:
a)
Perhatian,
mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
b)
Penyimpanan
atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
c)
Reproduksi
motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
d)
Motivasi,
mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu, juga harusdiperhatikan bahwa faktor model atau teladan
mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)
Tingkat belajar
tertinggi dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal
atau mengulangi perilakusecara simbolik kemudian melakukannya.
b)
Individu lebih
menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
c)
Individu akan
menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan
dihargai dan perilakunya mempunya nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi, teori Bandura
dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif.Teori belajar sosial membantu
memahami terjadinya perilaku agresi dan menyimpang psikologi dan bagaimana
memodifikasi perilaku.Teori Bandura menjadi dasar perilaku pemodelan yang
digunakan dalam berbagai pendidikan secara masal.
2.
Teori belajar
Kognitif
Beberapa ahli yang berasa belum puas terhadap penemuan-penemuan
para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement.Mereka
berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan
reinforcement.Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang didasarkan
pada kognisi, yaitu tindakan mengenai atau memikirkan seseorang terlibat
langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah.
Jadi kaum kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang
bergantung pada insight tehadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu
situasi.Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya.Mereka memberi tekanan
kepada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta
faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Menurut teori ini, suatu informasi yang berasal dari lingkungan
pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor.Reseptor-reseptor tersebut
memberikan simbol-simbol informasi yang ia terima dan kemudian diteruskan ke
registor pengindraan yang terdapat pada saraf pusat.Dengan demikian, informasi-informasi
yang diterima oleh registor pengindraan telah mengalami transformasi.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif:
a.
Gambaran
perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukan kepada siswa adalah kondisi
belajar yang penting.
b.
Organisasi
pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana
pendidikan.
c.
Belajar dengan
pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih
memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkandengan rate learning atau belajar
dengan formula.
d.
Umpan balik
kognitif mempertunjukan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi
kesalahan belajar.
e.
Penetapan tujuan
(goal setting) penting sebagai motivasi belajar.
a.
Kurt Lewin
(Teori Cognitive Field)
Kurt
Lewin mengembangkan suatu teori belajar cognitive field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian
dan psikologi sosial.Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam
sautu medan kekuatan, yang bersifat psikologis.Medan kekuatan psikologis dimana
individu bereaksi disebut life space.
b.
Piaget (Teori
Komprehensif)
Dalam
teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.Piaget adalah seorang psikolog
developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi
serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu.Dia adalah
seorang psikolog suatu teori komprehensif tentang perkembangan
inteligensi atau proses berfikir.
Pertumbuhan
intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equlibrium-equilibrium.Bila
individu depat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai
tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi.Jadi secara singkatsapat
dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu
structure, content, dan function.Anak yang sedang mengalami perkembangan
struktur dan content intelektualnya berubah/berkembang.Maka Piaget mengartikan
intelegensi adalah sejumlah struktur psikologi yang ada pada tingkat
perkembangan khusus.
c.
Jerome Bruner
(Teori Discovery Learning)
Yang
menjadi dasar ide J.Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas.Untuk itu Bruner
memkai cara dengan apa yang disebut discovery learning, yaitu murid
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.Prosedur ini
berbeda dengan reception learning atau expository teaching,
dimana guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua
bahan/informasi itu.
Jadi,
dari hal tersebut kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh
pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan
prinsip-prinsip yang memberikan struktur dari mata pelajaran itu, murid harus
mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin, dan
memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep bahasa yang dimengerti
mereka
3.
Teori belajar
Humanistik
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah
bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud
pribadi mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.Menurut
para pendidik aliran humanistik penyususnan dan penyajian meteri pelajaran
harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
a.
Combs
Combs
dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita
harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu.Apabila kitaingin mengubah
perilaku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang
itu, perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari orang lain.
Apabila
seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan
sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siwa itu tidak mempunyai motivasi
untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki guru itu.Apabila guru itu memberikan
aktifitas yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang positif.
b.
Maslov
Teori
didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal:
1.
Suatu usaha
yang positif untuk berkembang.
2.
Kekuatan untuk
melawan atau menolak perkembangan itu.
Hierarki
kebutuhan manusia menurut Maslov yang dikutip dalam buku Wasty Soemanto ini
mempunya implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia
mengajar anak-anak.Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak
mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
c.
Carl Rogers
Salah seorang
tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi.Ia
mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan
dibiarkan belajar bebas.Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat membebaskan
dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung
jawab atas keputusan-keputusan yang ia ambil atau pilih.
Dalam belajar
demikian, anak tidak dicetak menjadi orang lainmelainkan dibiarkan dan dipupuk
untuk menjadi dirinya sendiri.Ia tidak direkayasa agar terikat kepada orang
lain, bergantung kepada pihak laindan memnuhi harapan orang lain.Ia dibiarkan
agar tetap bisa menjadi arsitek dirinya sendiri.
KESIMPULAN
Dengan prinsip-prinsip pembelajaran
yang sudah dijabarkan satu persatu oleh penulis maka seandainya para guru
menjalankan prinsip itu dengan benar akan menjadikan proses pembelajaran dengan
maksimal. Karena pada realita yang ada banyak para guru saat mengajar tidak
menggunakan prinsip pembelajaran yang sudah ada. Itulah yang menyebabkan tidak
maksimalnya proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Dari
kedelapan prinsip yang sudah disebutkan yaitu; aktivitas, motivasi, individualitas,
keperagaan, ketauladanan, korelasi, pembiasaan, dan azas minat dan perhatian.
Guru bisa menjadi guru yang profesional jika menjalankan semua prinsip yang sudah
dijelaskan satu persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Kalam Mulia, 2005.
Cet ke-4
Praiwa .Purwa Atmaja. Psikologi
Pendidikan dalam Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006
Wahab. Rohmalina, Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2016
[2] Bisri
Mustofa, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta:Parama Ilmu,2015), Hal.127
[3] Skinner
dalam Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:tp,1994), Hal.8
[4] Gagne
dalam ibid
[5] Muhibbin
Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2003), cet.ke-1,
Hal.67-68
[6] Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zaim, Strategi Belajar Mengajar,
(Jakarta:Rineka Cipta,2002), Hal.15
[7] Syaiful
Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung:Alfabexta,2005), Hal.61
[8] Corey
dalam Ibid
[9] Oemar
Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta:Bumi Aksara,2003), Hal.61
[10] Ibid
,Hal.61-65
[11] Ramayulis,
Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia,2005), Cet ke-4, Hal.345
[12] Hasan
Langgulung, Teori-teori Kesehatan Menytal, (Kajang:Pustaka Huda,1983),
Hal.337
[13] Ramayulis,
filsafat pendidikan islam,(Jakarta: kalam mulia, 2015), hal .346-362
[14]
Rohmalina Wahab, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2016), hal 36-59
[15] Purwa
Atmaja Praiwa, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 267
Tidak ada komentar:
Posting Komentar