MAKALAH
Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Disajikan Pada Mata Kuliah Ilmu Kalam
Dosen pembimbing : Bapak Drs. H.
Achmad Gholib, MA,
Puji
syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis, sehingga
makalah yang disajikan untuk makalah berjudul “Kedudukan Akal dan Wahyu dalam
Islam”, dapat diselesaikan.
Selanjutnya
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H.
Achmad Gholib, MA, selaku dosen mata kuliah Ilmu Kalam, yang telah menjadi
pembimbing penulis dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah
yang penulis buat ini jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan-kekurangan
yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Namun
demikian, penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam menyelesaikan makalah
ini.
Demikian
kata pengantar ini penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan yang
terdapat di dalam makalah ini penulis mohon maaf. Penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan pihak lain pada umumnya.
Tangerang,
20 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang......................................................................................iii
B. Rumusan
Masalah.................................................................................iv
C. Tujuan...................................................................................................iv
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam..........................................1
B.
Makna Iman dalam Islam......................................................................4
C.
Makna Kafir dalam Islam......................................................................5
D.
Makna Fasik dalam Islam......................................................................11
E.
Makna Sifat-Sifat Allah dalam Islam....................................................12
BAB
III PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................v
B.
Saran......................................................................................................vi
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kedudukan akal dan wahyu
dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat, melebihi agama-agama
lain. karena Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia,
dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan
kepada sang kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan
budi pekrti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga
tujuan dari baginda rasulullah SAW. Tidak hanaya itu dengan akal juga
manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang allah amanatkan untuk menjadi
pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah
pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang
lurus.
Keimanan sering disalahpahami dengan 'percaya', keimanan dalam
Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam sehingga
timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam semesta ini, dari
pengetahuan tersebut kemudian akal akan berusaha memahami esensi dari
pengetahuan yang didapatkan. Keimanan dalam ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tapi harus melalui ilmu dan pemahaman.
Kafir bermakna orang yang ingkar, yang
tidak beriman (tidak percaya) atau tidak beragama Islam. Dengan kata lain orang
kafir adalah orang yang tidak mahu memperhatikan serta menolak terhadap segala
hukum Allah atau hukum Islam disampaikan melalui para Rasul (Muhammad SAW) atau
para penyampai dakwah/risalah. Perbuatan yang semacam ini disebut dengan kufur.
Kufur pula bermaksud menutupi dan menyamarkan sesuatu perkara. Sedangkan menurut istilah ialah menolak terhadap sesuatu perkara yang telah diperjelaskan adanya perkara yang tersebut dalam Al Quran. Penolakan tersebut baik langsung terhadap kitabnya ataupun menolak terhadap rasul sebagai pembawanya.
Kufur pula bermaksud menutupi dan menyamarkan sesuatu perkara. Sedangkan menurut istilah ialah menolak terhadap sesuatu perkara yang telah diperjelaskan adanya perkara yang tersebut dalam Al Quran. Penolakan tersebut baik langsung terhadap kitabnya ataupun menolak terhadap rasul sebagai pembawanya.
Kefasikan adalah sifat yang menjadikan manusia
keluar dan menjauh dari kebenaran dan keadlilan.
"Buah yang busuk" ditunjuk dengan menggunakan akar kata fasiq,
karena kulit buah yang busuk terkelupas dengan sendirinya atau amat mudah
dikelupas kulitnya sehingga ia terpisah dari isinya. Demikian juga seorang
fasiq. Ia keluar dengan kemauannya sendiri dari tuntunan illahi, atau
dengan mudah dikeluarkan dari kebenaran yang tadinya telah melekat pada
dirinya.
Dan Allah mempunyai sifat-sifat yang tidak
dapat dimiliki oleh makhluknya sedikitpun. Allah mempunyai tiga sifat, yakni
sifat wajib bagi Allah, sifat mustahil bagi Allah, dan sifat jaiz bagi Allah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana kedudukan akal dan wahyu
dalam Islam?
2. Apa makna iman dalam Islam?
3. Apa makna kafir dalmam Islam?
4. Apa makna fasik dalam Islam?
5. Apa makna sifat-sifat Allah dalam
Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dan manfaat yang dapat kita ambil dalam makalah ini adalah :
1. Agar Mahasiswa memahami bagaimana kedudukan
akal dan wahyu dalam agama Islam.
2. Agar Mahasiswa mengerti dan memahami
makna Iman yang sebenarnya dalam Islam.
3. Agar Mahasiswa mengerti dan memahami
makna Kafir yang sebenarnya dalam agama Islam.
4. Agar Mahasiswa mengerti dan memahami
makna Fasiq yang sebenarnya dalam agama Islam.
5. Agar Mahasiswa mengerti dan memahami
makna sifat-sifat Allah yang sebenarnya dalam agama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan Wahyu
Dan Akal Dalam Islam
1.
Wahyu
a.
Pengertian
Wahyu
Kata
wahyu berasal dari kata arabالوحي, dan al-wahyu adalah kata asli Arab dan
bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan.[1] Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti
yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah
pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa
seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah
terhada Nabi-NabiNYA ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.[2]
Menurut
Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah
pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai
keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun
tanpa pelantara.Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun
lainya.
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia.
Yang dimaksut memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia,
bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana
yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang
akan di terima manusia di akhirat.
c.
Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu
memiliki kekuatan, tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh
karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
1)
Wahyu ada
karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2)
Wahyu lebih
condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3)
Membuat suatu
keyakinan pada diri manusia.
4)
Untuk memberi
keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5)
Wahyu turun
melalui para ucapan nabi-nabi.
2.
Akal
a.
Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata
Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata benda.[3] Al-Qur’an
hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan
mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah
peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang
benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
b.
Fungsi Akal
Akal banyak
memiliki fungsi dalam kehidupan, antara lain:
1)
Sebagai tolak
ukur akan kebenaran dan kebatilan.
2)
Sebagai alat
untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
3)
Sebagai alat
untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
Dan
masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin
penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan
setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan
dikerjakan tersebut. Dan Akal adalah jalan untuk
memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman
harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi
sumber keyakinan pada tuhan.
c.
Kekuatan Akal
Tak seperti
wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti contoh:
1)
Mengetahui
tuhan dan sifat-sifatnya.
2)
Mengetahui
adanya hidup akhirat.
3)
Mengetahui
bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik,
sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan
jahat.
4)
Mengetahui
wajibnya manusia mengenal tuhan.
5) Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan
jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
6) Membuat hukum-hukum mengnai kewajiban-kewajiban itu.
3. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Kedudukan antara
wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat sempurna
jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam
segala hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal
ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan
wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal
tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut.karena
sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun
kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang
mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan
Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat
mulia. Meski demikian bukan berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam
memahami agama.Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan
selalucocok dengan syariat islam dalam permasalahan apapun. Dan wahyu berupa Al-Qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi
Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peran yang sangat penting
dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh
umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan
dalam bentuk umum atau khusus. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang
bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu
merpakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah. Wahyu itu menegakkan
hukum menurut kategori perbuatan manusia, baik perintah maupun larangan.
Sesungguhnya wahyu yang berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah turun secara
berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.[4]
Namun
tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan zaman
akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah
terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu
tersebut.Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang
yang beranggapan smua itu wahyu.
B.
Makna Iman dalam Islam
Menurut tinjauan
bahasa, iman berarti tashdiq,
yang artinya
membenarkan.
Menurut tinjauan syara’, iman berarti membenarkan
Rasulullah berkenaan dengan semua yang disampaikannya dari Rabb-Nya, pembenaran
yang mengandunng unsur qabul (penerimaan),
mahabbah (cinta), dan ‘amal (praktik). Di dalam Lisanul ‘Arab termaktub amanasy syay’a: shaddaqa (mengimani
sesuatu: membenarkannya). Ketika mendefinisikan iman, Az-Zajjaj berkata, “Iman
adalah menampakkan ketundukan dan penerimaan terhadap syariat dan apa yang
dibawa oleh Nabi saw, serta meyakini dan membenarkannya dengan hati. Siapa saja
yang memiliki sifat-sifat ini, maka dia adalah seorang mukmin dan muslim yang
tidak dihinggapi keraguan.[5]
Tahap dan Tingkatan Iman serta Keyakinan
Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:
Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:
1.
Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan
Kebenaran yang disampaikan)
2.
Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran)
3.
Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh
Rasul)
Tingkatan Keyakinan akan Kebenaran (Yaqin)
adalah:
1.
Ilmul Yaqin (berdasarkan ilmu)
2.
'Ainul Yaqin (berdasarkan ilmu dan bukti-bukti akan
Kebenaran)
3.
Haqqul Yaqin (berdasarkan ilmu, bukti dan pengalaman akan
Kebenaran)
Implementasi dari sebuah keimanan seseorang
adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang
mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam Islam disebut sebagai akhlak
mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap jujur,
bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dan lainnya. Sebagai
umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu
nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna.
Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul, maka ia menjawab bahwa akhlak
rosul adalah Al-qur’an. Artinya rosul merupakan manusia yang menggambarkan
akhlak seperti yang tertera di dalam Al-qur’an.
C. Makna Kafir dalam
Islam
1. Pengertian
Kafir.
Kāfir (bahasa Arab: كافر kāfir; plural كفّار kuffār) dalam syariat Islam diartikan sebagai "orang yang tidak
percaya" atau "orang yang sangsi". Istilah ini mengacu kepada orang yang
menolak Allah SWT, atau orang yang bersembunyi, menolak atau
menutup dari kebenaran akan agama Islam. Perbuatan menyatakan seseorang kafir
disebut takfir. Dalam
terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada
orang-orang yang mengingkari nikmat Allah SWT
(sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur).
Kafir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup. Jadi
menurut syariat Islam, manusia kafir yaitu: mengingkari Allah SWT sebagai
satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad SAW sebagai
utusan-Nya. Dalam etimologi kata kafir memiliki akar kata K-F-R yang berasal dari kata kufur
yang berarti menutup. Pada zaman sebelum datangnya Agama Islam, istilah
tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, kemudian menutup (mengubur)
dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa dimplikasikan
menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri". Dengan
demikian kata kafir mengisyaratkan arti seseorang yang bersembunyi atau menutup
diri.
Jadi menurut syariat Islam, manusia kafir yaitu: seorang yang
mengingkari Allah SWT sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari
Rasul Muhammad sebagai utusan-Nya.
Toshihiko izutsu dalam
bukunya konsep kepercayaan dalam teologi islam ‘analisis semantik iman dan
islam’ memperkenalkan konsep kafir yang penting yaitu kafir ni’mah dan kafir
din, pembagian konsep ini berpegang pada makna kufur yang memiliki makna ganda
yang memainkan makna penting dalam al-qur’an. Kafir ni’mah berarti manusia tidak
berterima kasih atau tidak bersyukur atas karunia yang diterimanya yang
merupakan makna kata asal dari kufur. Sedangkan kafir din (agama) memiliki
cakupan yang lebih serius dibanding dengan kafir ni’mah, yaitu dengan
mendustakan agama dengan tidak mempercayai Allah SWT dan ajaran yang
disampaikan kepada Rasul-Nya.
2.
Macam-Macam Bentuk Kekafiran.
Secara garis
besar penggolongan kafir dibagi kedalam dua kelompok besar yaitu kelompok kafir
harbi dan kafir zimmi. Kafir harbi merupakan bentuk kekafiran yang oleh Rasulullah dibolehkan untuk
di alirkan darahnya, hal ini karena kafir harbi mengingkari adannya Allah SWT
dan Rasul-Nya dan mereka juga tidak
tunduk dan patuh terhadap pemerintahan yang ada dimana mereka tinggal bahkan
mereka suka memerangi orang-orang muslim. Didalam kehidupan sehari-hari kafir
mempunyai berbagai bentuk yang muncul dalam persoalan yang menyimpang dari
ketauhidan yaitu:
a.
Kafir ingkar.
Merupakan orang yang mengingkari kebenaran
ajaran al-Qur’an, baik hal itu disadari sebagai suatu kebenaran atau belum
disadarinya.
b.
Kafir inad.
Merupakan orang yang tidak mau menerima
kebenaran, walaupun ia menyadari bahwa itu adalah kebenaran.
c.
Kafir juhud.
Merupakan orang yang mengingkari kebenaran,
sedangkan ia tahu bahwa itu adalah benar.
d.
Kafir nifaq.
Merupakan orang yang pura-pura menampakkan
kebaikan, tetapi di dalam hatinya berisi kejahatan. Secara lahiriyah nampak
Islam, tetapi hakikat isi hatinya mengingkari kebenaran ajaran Islam.
e.
Kafir harbi.
Kata harbi berlaku dalam hukum perang. Hal
ini terjadi jika pihak musuh orang kafir yang dihadapinya belum menyerahkan
diri atau belum mau menerima perdamaian atau perjanjian dengan kaum muslimin.
f.
Kafir zimmi.
Kata zimmi yaitu tanggungan kaum muslimin.
Hal ini berlaku dalam wilayah yang dikuasai oleh perdamaian atau perjanjian
yang diberikan oleh kaum muslimin.
g.
Kafir At-Tauhid.
Orang yang menolak adanya tauhid, yaitu tak
percaya bahwa Tuhan itu satu.
h.
Kafir Al-Ni’mah.
Orang yang mengingkari nikmat Allah SWT
atau tak bersyukur kepada Allah SWT.
3.
Karakteristik Manusia Kafir.
a. Dusta.
b. Khianat.
c. Fujur (pertikaian).
d. Ingkar janji.
e. Malas beribadah.
f. Riya.
g. Sedikit berdzikir.
h. Mempercepat Sholat.
i.
Mencela Orang-Orang yang Taat dan Soleh.
j.
Mengolok-Olok Al-Quran, As-Sunnah, Dan
Rasulullah SAW.
k. Bersumpah Palsu.
l.
Enggan Berinfak.
m. Tidak Menghiraukan Nasib Sesama Kaum Muslimin.
n. Suka Menyebarkan Khabar Dusta.
o. Mengingkari Takdir.
p. Sebab-Sebab Orang Kafir Menurut Pandangan Islam.
Berkaitan
dengan akhlak kepada makluk lain di ala mini, semua mencakup perlakuan kita
kepada segal tumbuh-tumbuhan, dan benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak
yang diajarkan islam tehadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai
khalifah.[6] Kekafiran akan terjadi dengan perkataan seperti,
apabila mencela Allah SWT, atau mencela Rasul-Nya, atau mencela agama islam,
sebagaimana firman Allah:
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ
وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Artinya : “Dan
jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu),
tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan
bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah SWT, ayat-ayat-Nya dan
rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS.
At-Taubah: 65).
Kekufuran dengan berpaling dari agama Allah
SWT adalah seperti menolak agama Allah SWT, berpaling dari agama Allah SWT
seperti tidak mempelajarinya, tidak beribadah kepada Allah SWT, maka ia kafir
atas penolakannya, seperti firman Allah SWT :
وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنذِرُوا مُعْرِضُونَ
Artinya : “Dan orang-orang yang kafir
berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” ( QS. Al-Ahqof: 3 ).
Orang yang melakukan kekafiran itu ada lima
kondisi:
1)
Apabila melakukannya dengan tidak sukarela,
maka ia kafir.
2)
Apabila melakukannya dengan bermain-main
maka ia kafir.
3)
Apabila melakukannya dengan ketakutan maka
ia kafir.
4)
Apabila ia melakukannya dengan terpaksa dan
hatinya rela dengan kekafiran maka ia kafir.
5)
Akan tetapi kalau ia melakukan kekafiran
atas dasar paksaan dan hatinya masih dalam keadaan iman maka ia tidak kafir.
Sebagaimana firman Allah SWT :
مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ
إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَـكِن مَّن شَرَحَ
بِالْكُفْرِ صَدْراً فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ
اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya :
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah SWT sesudah dia beriman (Dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman (Dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS.
An-Nahl: 106)
Syaikh Sholeh Fauzan bin Abdullah al-Fauzan mengatakan bahwa kekufuran dan
pemurtadan terjadi dengan malakukan perkara yang membatalkan keislaman, maka
barangsiapa yang melakukan perbuatan yang membatalkan keislaman yang sudah
terkenal dikalangan ahlul Ilmi maka ia murtad dan kafir. Kami menghukuminya
secara dhohir dari perkataan dan perbuatannya, akan tatapi kalau permasalahan
hati tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Diantara pembatal keislaman yakni :
a)
Syirik.
b)
Tidak mengkafirkan orang kafir atau ragu
dengan kekafiran mereka atau membenarkan madzhab mereka.
c) Menyakini adanya
petunjuk yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Muhammad, atau menyakini adanya
hukum yang lebih baik dan lebih sempurna dari hukum islam.
d) Membenci ajaran yang dibawa oleh Rasulullah (islam).
e) Memperolok–olok islam.
f) Sihir.
g) Tolong menolong dengan kaum kafir dan membantu mereka dalam memerangi kaum
muslimin.
h) menyakini bahwa adanya manusia yang terbebas dari syari’at islam.
4.
Ancaman Allah SWT
terhadap Orang Kafir.
a.
Dan penghuni neraka menyeru
penghuni surga: "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang
telah direzekikan Allah kepadamu". Mereka (penghuni surga) menjawab:
"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang
kafir. (Q.S Al-A’raf : 50)
b.
Dan jika seseorang dari
isteri-isterimu lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu mengalahkan mereka
maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari isterinya itu mahar sebanyak yang
telah mereka bayar. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kamu beriman. (Q.S Al-Mumtahanah : 11)
c.
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam
pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang
beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di
hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya
tanpa batas. (Q.S Al-Baqarah : 212)
d.
Dan berkatalah orang-orang kafir
kepada orang-orang yang beriman: "Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan
memikul dosa-dosamu", dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul
dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta. (Q.S Al-‘Ankabut : 12)
e.
Kamu melihat kebanyakan dari mereka
tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat
buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah
kepada mereka, dan mereka akan kekal dalam siksaan. (Q.S Al-Maidah : 80)
d.
Makna Fasik dalam Islam
1. Definisi Fasik
Al-fisqu secara bahasa berarti al-khuruj
(keluar). Sedang secara syar’i berarti keluar dari ketaatan kepada Allah.[7]
2.
Macam-Macam
Fasik:
Kefasikan ada dua macam yaitu:
a.
kefasikan yang
dapat menyebabkan pelakunya pindah agama, yakni kufur. Karena kafir juga
disebut fasik.
Demikian Allah Ta’ala berfirman:
فَفَسَقَ عَنْ
أَمْرِ رَبِّهِ.
“Maka ia mendurhakai perintah Rabbnya.”
(Q.S. al-Ahkafi: 50).
b.
Kefasikan yang
tidak menyebabkan pelakunya pindah agama. Karenanya, orang Islam
yang bermaksiat dinamakan orang fasik, sebab, kefasikannya tidak sampai
mengeluarkannya dari Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنتِ ثُمَّ لَمْ
يَأْتُوْا بِأَرْبَعَةِ شُهَداءَ فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمنِيْنَ جَلْدَةً وَلاَ
تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَدَةً أَبَدًا وَأُوْلئِكَ هُمُ الْفسِقُوْنَ.
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh
kali dera. Dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S
an-Nur: 4).
e.
Makna Sifat-Sifat Allah
dalam Islam
Sifat-Sifat Allah swt. Sifat-sifat Allah terdiri atas
3, yaitu sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz. Sifat Allah merupakan sifat sempurna yang
hanya dimiliki oleh Allah SWT. sebagai seorang muslim yang baik sebaiknya kita mengetahui
sifat wajib, sifat mustahil yang dimiliki Allah SWT agar keimanan kita
kepada Allah semakin kuat, berikut sifat-sifat Allah SWT yang perlu kita
ketahui :
1.
Sifat
Wajib Bagi Allah swt.
Sifat wajib adalah sifat yang
harus ada pada Dzat Allah swt. sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Sifat-sifat wajib Allah tidak dapat
diserupakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya
maka sifat Allah wajib diyakini dengan akal (wajib aqli)
Dan berdasarkan Al Qur’an dan hadits Nabi saw.
Menurut
para ulama kalam sifat wajib bagi Allah itu ada 20 sifat, sebagai berikut:
a. Wujud artinya Ada
b. Qidam artinya Dahulu
c. Baqa’ artinya Kekal
d. Mukhalafatu lil Hawaditsi artinya Berbeda dari semua
Makhluk
e. Qiyamuhu Binafsihi artinya Berdiri Sendiri
f. Wahdaniyah artinya Maha Esa
g. Qodrat artinya Maha Kuasa
h. Iradat artinya Berkehendak
i.
Ilmu
artinya Maha Mengetahui
j.
Hayat
artinya Hidup
k. Sama’ artinya Maha Mendengar
l.
Bashar
artinya Maha Melihat
m. Kalam artinya Berfirman
n. Qadiran artinya MahaKuasa
o. Muridan artinya Maha Berkehendak
p. ‘Aliman artinya Maha Mengetahui
q. Hayyan artinya Maha Hidup
r.
Sami’an
artinya Maha Mendengar
s. Bashiran artinya Maha Melihat
t.
Mutakalliman
artinya Maha Berkata-kata
Kedua
puluh sifat wajib Allah ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1) Sifat Nafsiyah adalah sifat
yang hanya berkaitan dengan Zat Allah semata-mata. Sifat ini terdapat dalam sifat
wujud.
2) Sifat Salbiyah adalah sifat
yang hanya dimiliki oleh Allah, sedangkan makhluk tidak memilikinya. Sifat ini
terdapat dalam lima sifat Allah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, dan
wahdaniyat.
3) Sifat Ma’ani adalah
sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Sifat ini terdapat pada tujuh sifat Allah, yakni qudrat, iradat, ‘ilmu,
hayat, sama’, basher, dan kalam.
4) Sifat Ma’nawiyah adalah keumuman/kelaziman dari sifat ma’ani.
Sifat ini tidak dapat berdiri sendiri karena setiap ada sifat ma’ani tentu ada
sifat ma’nawiyah. Sifat-sifat yang termasuk
ma’nawiyah ada tujuh, yaitu qadiran, muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, bashiran,
mutakalliman.
2.
Sifat
Mustahil Bagi Allah swt.
Sifat mustahil bagi Allah swt.
adalah sifat yang tidak layak dan tidak mungkin ada pada Allah swt. Sifat-sifat mustahil ini merupakan
kebalikan dari sifat wajib bagi Allah swt. sehingga jumlahnya sama.
Sifat-sifat mustahil bagi Allah adalah sebagai berikut:
a.
‘Adam
artinya tidak ada
b.
Huduts
artinya baru atau permulaan
c.
Fana
artinya binasa atau rusak
d.
Mumatsalatu
lil Hawaditsi artinya menyerupai yang baru
e.
Ihtiyaju
li ghairihi artinya membutuhkan sesuatu selain dirinya
f.
Ta’adud
artinya berbilang lebih dari satu
g.
‘Ajzun
artinya lemah
h.
Karahah
artinya terpaksa
i.
Jahlun
artinya bodoh
j.
Mautun
artinya mati
k.
Shamamun
artinya tuli
l.
‘Umyun
artinya buta
m.
Bukmun
artinya bisu
n.
‘Ajizan
artinya Mahalemah
o.
Mukrahan
artinya Maha terpaksa
p.
Jahilan
artinya Mahabodoh
q.
Mayyitan
artinya Mahamati
r.
Ashamma
artinya Mahatuli
s.
A’ma
artinya Mahabuta
t.
Abkama
artinya Mahabisu
3.
Sifat
Jaiz Bagi Allah swt.
Allah swt selain memiliki
sifat wajib dan mustahil juga memiliki sifat jaiz. Menurut arti bahasa jaiz artinya
boleh. Yang dimaksud dengan sifat jaiz bagi Allah swt. Yaitu sifat yang boleh ada dan boleh
tidak ada pada Allah. Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak
ada. Sifat Jaiz Allah hanya ada satu yaitu Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu, artinya
memperbuat sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya. Maksudnya Allah
itu berwenang untuk menciptakan dan berbuat sesuatu atau tidak sesuai dengan kehendak-Nya.
[2] Nasution, Harun
Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press,
Jakarta,cet.V,1986.
[5] Ahmad Farid, Pohon Iman
(Menyemai Iman agar Tumbuh dan Berkembang), (Jakarta: Pustaka Arafah,
2008)
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kedudukan antara akal
dan wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat
sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh
dalam segala hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan
akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan
wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal
tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut. Karena
sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun
kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang
mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
Implementasi
dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat
menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam Islam
disebut sebagai akhlak mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain
adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah
dan lainnya. Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk
dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia
yang berakhlak sempurna.
Orang yang melakukan kekafiran itu ada lima
kondisi:
1)
Apabila melakukannya dengan tidak sukarela, maka ia
kafir.
2)
Apabila melakukannya dengan bermain-main maka ia
kafir.
3)
Apabila melakukannya dengan ketakutan maka ia kafir.
4)
Apabila ia melakukannya dengan terpaksa dan hatinya
rela dengan kekafiran maka ia kafir.
5)
Akan tetapi kalau ia melakukan kekafiran atas dasar
paksaan dan hatinya masih dalam keadaan iman maka ia tidak kafir.
Kefasikan ada dua macam yaitu:
a.
kefasikan yang dapat menyebabkan pelakunya pindah
agama, yakni kufur. Karena kafir juga disebut fasik.
b.
Kefasikan yang tidak menyebabkan
pelakunya pindah agama. Karenanya, orang Islam yang bermaksiat dinamakan
orang fasik, sebab, kefasikannya tidak sampai mengeluarkannya dari Islam.
Sifat-Sifat Allah swt. Sifat-sifat
Allah terdiri atas 3, yaitu sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.
Sifat Allah merupakan sifat sempurna yang hanya dimiliki oleh Allah
SWT. sebagai seorang muslim yang baik sebaiknya kita mengetahui sifat
wajib, sifat mustahil,dan sifat jaiz yang dimiliki Allah SWT agar keimanan kita
kepada Allah semakin kuat.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari
Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sadar bahwa makalah kami
ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi
kami harapkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan
makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Farid, Ahmad. Pohon Iman (Menyemai Iman agar Tumbuh dan Berkembang), (Jakarta:
Pustaka Arafah, 2008)
Khalid, Abdul. Abdul Rahman. 1996. Garis
Pemisah Antara Kufur dan Iman. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nasution,
Harun, Tentang Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I,II. Quraish Shihab. Wawasan al-Qur’an.
Nasution, Harun. 1986. Akal dan Wahyu dalam
Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press,
Jakarta,cet.V
Shalih Bin
Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid.
Sumber Internet :
www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar