Sabtu, 26 September 2015

Kuliah Ilmu Kalam



MAKALAH
Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Disajikan Pada Mata Kuliah Ilmu Kalam
Dosen pembimbing     : Bapak Drs. H. Achmad Gholib, MA,



KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis, sehingga makalah yang disajikan untuk makalah berjudul “Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam”, dapat diselesaikan.
Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku dosen mata kuliah Ilmu Kalam, yang telah menjadi pembimbing penulis dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Namun demikian, penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini penulis mohon maaf. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan pihak lain pada umumnya.


                                                                                               

                                                                                               
                                                                                Tangerang, 20 September 2015

                                                                                Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................................iii
B.     Rumusan Masalah.................................................................................iv
C.     Tujuan...................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN
A.    Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam..........................................1
B.     Makna Iman dalam Islam......................................................................4
C.     Makna Kafir dalam Islam......................................................................5
D.    Makna Fasik dalam Islam......................................................................11
E.     Makna Sifat-Sifat Allah dalam Islam....................................................12

BAB III PENUTUP
A.    Simpulan................................................................................................v
B.     Saran......................................................................................................vi
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................vii







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat, melebihi agama-agama lain. karena Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekrti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari baginda rasulullah SAW. Tidak hanaya itu  dengan akal juga manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Keimanan sering disalahpahami dengan 'percaya', keimanan dalam Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam sehingga timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam semesta ini, dari pengetahuan tersebut kemudian akal akan berusaha memahami esensi dari pengetahuan yang didapatkan. Keimanan dalam ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tapi harus melalui ilmu dan pemahaman.
Kafir bermakna orang yang ingkar, yang tidak beriman (tidak percaya) atau tidak beragama Islam. Dengan kata lain orang kafir adalah orang yang tidak mahu memperhatikan serta menolak terhadap segala hukum Allah atau hukum Islam disampaikan melalui para Rasul (Muhammad SAW) atau para penyampai dakwah/risalah. Perbuatan yang semacam ini disebut dengan kufur.
Kufur pula bermaksud menutupi dan menyamarkan sesuatu perkara. Sedangkan menurut istilah ialah menolak terhadap sesuatu perkara yang telah diperjelaskan adanya perkara yang tersebut dalam Al Quran. Penolakan tersebut baik langsung t
erhadap kitabnya ataupun menolak terhadap rasul sebagai pembawanya.
Kefasikan adalah sifat yang menjadikan manusia keluar dan menjauh dari kebenaran dan keadlilan. "Buah yang busuk" ditunjuk dengan menggunakan akar kata fasiq, karena kulit buah yang busuk terkelupas dengan sendirinya atau amat mudah dikelupas kulitnya sehingga ia terpisah dari isinya. Demikian juga seorang fasiq. Ia keluar dengan kemauannya sendiri dari tuntunan illahi, atau dengan mudah dikeluarkan dari kebenaran yang tadinya telah melekat pada dirinya.
Dan Allah mempunyai sifat-sifat yang tidak dapat dimiliki oleh makhluknya sedikitpun. Allah mempunyai tiga sifat, yakni sifat wajib bagi Allah, sifat mustahil bagi Allah, dan sifat jaiz bagi Allah.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan, yaitu:
1.      Bagaimana kedudukan akal dan wahyu dalam Islam?
2.      Apa makna iman dalam Islam?
3.      Apa makna kafir dalmam Islam?
4.      Apa makna fasik dalam Islam?
5.      Apa makna sifat-sifat Allah dalam Islam?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat yang dapat kita ambil dalam makalah ini adalah :
1.      Agar Mahasiswa memahami bagaimana kedudukan akal dan wahyu dalam agama Islam.
2.      Agar Mahasiswa mengerti dan memahami makna Iman yang sebenarnya dalam Islam.
3.      Agar Mahasiswa mengerti dan memahami makna Kafir yang sebenarnya dalam agama Islam.
4.      Agar Mahasiswa mengerti dan memahami makna Fasiq yang sebenarnya dalam agama Islam.
5.      Agar Mahasiswa mengerti dan memahami makna sifat-sifat Allah yang sebenarnya dalam agama Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam
1.      Wahyu
a.       Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arabالوحي, dan al-wahyu adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan.[1] Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada Nabi-NabiNYA ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.[2]
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara.Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
b.      Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksut memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.
c.       Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
1)      Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2)      Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3)      Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4)      Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5)      Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
2.      Akal
a.       Pengertian Akal
            Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata benda.[3] Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
b.      Fungsi Akal
Akal banyak memiliki fungsi dalam kehidupan, antara lain:
1)      Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
2)      Sebagai alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
3)      Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
           Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan tersebut. Dan  Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
c.       Kekuatan Akal
Tak seperti wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti contoh:
1)      Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
2)      Mengetahui adanya hidup akhirat.
3)      Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
4)      Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
5)      Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
6)      Membuat hukum-hukum mengnai kewajiban-kewajiban itu.
3.      Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
Kedudukan antara wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama.Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalucocok dengan syariat islam dalam permasalahan apapun. Dan wahyu berupa Al-Qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peran yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu merpakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah. Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia, baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.[4]
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut.Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang yang beranggapan smua itu wahyu.

B.   Makna Iman dalam Islam
Menurut tinjauan bahasa, iman berarti tashdiq, yang artinya membenarkan. Menurut tinjauan syara’, iman berarti membenarkan Rasulullah berkenaan dengan semua yang disampaikannya dari Rabb-Nya, pembenaran yang mengandunng unsur qabul (penerimaan), mahabbah (cinta), dan ‘amal (praktik). Di dalam Lisanul ‘Arab termaktub amanasy syay’a: shaddaqa (mengimani sesuatu: membenarkannya). Ketika mendefinisikan iman, Az-Zajjaj berkata, “Iman adalah menampakkan ketundukan dan penerimaan terhadap syariat dan apa yang dibawa oleh Nabi saw, serta meyakini dan membenarkannya dengan hati. Siapa saja yang memiliki sifat-sifat ini, maka dia adalah seorang mukmin dan muslim yang tidak dihinggapi keraguan.[5]
Tahap dan Tingkatan Iman serta Keyakinan
Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:
1.       Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan Kebenaran yang disampaikan)
2.       Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran)
3.       Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh Rasul)
Tingkatan Keyakinan akan Kebenaran (Yaqin) adalah:
1.       Ilmul Yaqin (berdasarkan ilmu)
2.       'Ainul Yaqin (berdasarkan ilmu dan bukti-bukti akan Kebenaran)
3.       Haqqul Yaqin (berdasarkan ilmu, bukti dan pengalaman akan Kebenaran)
Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam Islam disebut sebagai akhlak mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dan lainnya. Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul, maka ia menjawab bahwa akhlak rosul adalah Al-qur’an. Artinya rosul merupakan manusia yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera di dalam Al-qur’an.
C.   Makna Kafir dalam Islam
1.      Pengertian Kafir.
Kāfir (bahasa Arab: كافر kāfir; plural كفّار kuffār) dalam syariat Islam diartikan sebagai "orang yang tidak percaya" atau "orang yang sangsi". Istilah ini mengacu kepada orang yang menolak Allah SWT, atau orang yang bersembunyi, menolak atau menutup dari kebenaran akan agama Islam. Perbuatan menyatakan seseorang kafir disebut takfir. Dalam terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Allah SWT  (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur). Kafir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup. Jadi menurut syariat Islam, manusia kafir yaitu: mengingkari Allah SWT sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Dalam etimologi kata kafir memiliki akar kata K-F-R yang berasal dari kata kufur yang berarti menutup. Pada zaman sebelum datangnya Agama Islam, istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, kemudian menutup (mengubur) dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri". Dengan demikian kata kafir mengisyaratkan arti seseorang yang bersembunyi atau menutup diri.
Jadi menurut syariat Islam, manusia kafir yaitu: seorang yang mengingkari Allah SWT sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad sebagai utusan-Nya.
Toshihiko izutsu dalam bukunya konsep kepercayaan dalam teologi islam ‘analisis semantik iman dan islam’ memperkenalkan konsep kafir yang penting yaitu kafir ni’mah dan kafir din, pembagian konsep ini berpegang pada makna kufur yang memiliki makna ganda yang memainkan makna penting dalam al-qur’an. Kafir ni’mah berarti manusia tidak berterima kasih atau tidak bersyukur atas karunia yang diterimanya yang merupakan makna kata asal dari kufur. Sedangkan kafir din (agama) memiliki cakupan yang lebih serius dibanding dengan kafir ni’mah, yaitu dengan mendustakan agama dengan tidak mempercayai Allah SWT dan ajaran yang disampaikan kepada Rasul-Nya.
2.      Macam-Macam Bentuk Kekafiran.
Secara garis besar penggolongan kafir dibagi kedalam dua kelompok besar yaitu kelompok kafir harbi dan kafir zimmi. Kafir harbi merupakan bentuk kekafiran yang oleh Rasulullah dibolehkan untuk di alirkan darahnya, hal ini karena kafir harbi mengingkari adannya Allah SWT dan Rasul-Nya   dan mereka juga tidak tunduk dan patuh terhadap pemerintahan yang ada dimana mereka tinggal bahkan mereka suka memerangi orang-orang muslim. Didalam kehidupan sehari-hari kafir mempunyai berbagai bentuk yang muncul dalam persoalan yang menyimpang dari ketauhidan yaitu:
a.       Kafir ingkar.
Merupakan orang yang mengingkari kebenaran ajaran al-Qur’an, baik hal itu disadari sebagai suatu kebenaran atau belum disadarinya.
b.      Kafir inad.
Merupakan orang yang tidak mau menerima kebenaran, walaupun ia menyadari bahwa itu adalah kebenaran.
c.       Kafir juhud.
Merupakan orang yang mengingkari kebenaran, sedangkan ia tahu bahwa itu adalah benar.
d.      Kafir nifaq.
Merupakan orang yang pura-pura menampakkan kebaikan, tetapi di dalam hatinya berisi kejahatan. Secara lahiriyah nampak Islam, tetapi hakikat isi hatinya mengingkari kebenaran ajaran Islam.
e.       Kafir harbi.
Kata harbi berlaku dalam hukum perang. Hal ini terjadi jika pihak musuh orang kafir yang dihadapinya belum menyerahkan diri atau belum mau menerima perdamaian atau perjanjian dengan kaum muslimin.
f.       Kafir zimmi.
Kata zimmi yaitu tanggungan kaum muslimin. Hal ini berlaku dalam wilayah yang dikuasai oleh perdamaian atau perjanjian yang diberikan oleh kaum muslimin.
g.      Kafir At-Tauhid.
Orang yang menolak adanya tauhid, yaitu tak percaya bahwa Tuhan itu satu.
h.      Kafir Al-Ni’mah.
Orang yang mengingkari nikmat Allah SWT atau tak bersyukur kepada Allah SWT.
3.      Karakteristik Manusia Kafir.
a.       Dusta.
b.      Khianat.
c.       Fujur (pertikaian).
d.      Ingkar janji.
e.       Malas beribadah.
f.       Riya.
g.      Sedikit berdzikir.
h.      Mempercepat Sholat.
i.        Mencela Orang-Orang yang Taat dan Soleh.
j.        Mengolok-Olok Al-Quran, As-Sunnah, Dan Rasulullah SAW.
k.      Bersumpah Palsu.
l.        Enggan Berinfak.
m.    Tidak Menghiraukan Nasib Sesama Kaum Muslimin.
n.      Suka Menyebarkan Khabar Dusta.
o.      Mengingkari Takdir.
p.      Sebab-Sebab Orang Kafir Menurut Pandangan Islam.
            Berkaitan dengan akhlak kepada makluk lain di ala mini, semua mencakup perlakuan kita kepada segal tumbuh-tumbuhan, dan benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan islam tehadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.[6] Kekafiran akan terjadi dengan perkataan seperti, apabila mencela Allah SWT, atau mencela Rasul-Nya, atau mencela agama islam, sebagaimana firman Allah:
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Artinya : “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah SWT, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 65).
Kekufuran dengan berpaling dari agama Allah SWT adalah seperti menolak agama Allah SWT, berpaling dari agama Allah SWT seperti tidak mempelajarinya, tidak beribadah kepada Allah SWT, maka ia kafir atas penolakannya, seperti firman Allah SWT :
وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنذِرُوا مُعْرِضُونَ
Artinya : “Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” ( QS. Al-Ahqof: 3 ).
Orang yang melakukan kekafiran itu ada lima kondisi:
1)      Apabila melakukannya dengan tidak sukarela, maka ia kafir.
2)      Apabila melakukannya dengan bermain-main maka ia kafir.
3)      Apabila melakukannya dengan ketakutan maka ia kafir.
4)      Apabila ia melakukannya dengan terpaksa dan hatinya rela dengan kekafiran maka ia kafir.
5)      Akan tetapi kalau ia melakukan kekafiran atas dasar paksaan dan hatinya masih dalam keadaan iman maka ia tidak kafir. Sebagaimana firman Allah SWT :
مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَـكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْراً فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah SWT sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An-Nahl: 106)
Syaikh Sholeh Fauzan bin Abdullah al-Fauzan mengatakan bahwa kekufuran dan pemurtadan terjadi dengan malakukan perkara yang membatalkan keislaman, maka barangsiapa yang melakukan perbuatan yang membatalkan keislaman yang sudah terkenal dikalangan ahlul Ilmi maka ia murtad dan kafir. Kami menghukuminya secara dhohir dari perkataan dan perbuatannya, akan tatapi kalau permasalahan hati tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Diantara pembatal keislaman yakni :
a)      Syirik.
b)      Tidak mengkafirkan orang kafir atau ragu dengan kekafiran mereka atau membenarkan madzhab mereka.
c)      Menyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Muhammad, atau menyakini adanya hukum yang lebih baik dan lebih sempurna dari hukum islam.
d)     Membenci ajaran yang dibawa oleh Rasulullah (islam).
e)      Memperolok–olok islam.
f)       Sihir.
g)      Tolong menolong dengan kaum kafir dan membantu mereka dalam memerangi kaum muslimin.
h)      menyakini bahwa adanya manusia yang terbebas dari syari’at islam.
4.      Ancaman Allah SWT terhadap Orang Kafir.
a.       Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu". Mereka (penghuni surga) menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir. (Q.S Al-A’raf : 50)
b.      Dan jika seseorang dari isteri-isterimu lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu mengalahkan mereka maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari isterinya itu mahar sebanyak yang telah mereka bayar. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kamu beriman. (Q.S Al-Mumtahanah : 11)
c.       Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Q.S Al-Baqarah : 212)
d.      Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: "Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu", dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta. (Q.S Al-‘Ankabut : 12)
e.       Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan mereka akan kekal dalam siksaan. (Q.S Al-Maidah : 80)

d.      Makna Fasik dalam Islam
1.      Definisi Fasik
Al-fisqu  secara bahasa berarti al-khuruj (keluar). Sedang secara syar’i berarti keluar dari ketaatan kepada Allah.[7]
2.      Macam-Macam Fasik:
Kefasikan ada dua macam yaitu:
a.       kefasikan yang dapat menyebabkan pelakunya pindah agama, yakni kufur. Karena  kafir juga disebut fasik.
Demikian Allah Ta’ala berfirman:
فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ.
“Maka  ia mendurhakai perintah Rabbnya.” (Q.S. al-Ahkafi: 50).
b.      Kefasikan yang tidak menyebabkan  pelakunya pindah agama. Karenanya, orang Islam  yang bermaksiat dinamakan orang fasik, sebab, kefasikannya tidak sampai mengeluarkannya dari Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوْا بِأَرْبَعَةِ شُهَداءَ فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمنِيْنَ جَلْدَةً وَلاَ تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَدَةً أَبَدًا وَأُوْلئِكَ هُمُ الْفسِقُوْنَ.
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)  dan mereka tidak mendatangkan empat orang  saksi, maka deralah mereka (yang  menuduh itu) delapan puluh kali dera. Dan  janganlah kamu terima kesaksian  mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang  fasik.” (Q.S  an-Nur: 4).

e.       Makna Sifat-Sifat Allah dalam Islam
Sifat-Sifat Allah swt. Sifat-sifat Allah terdiri atas 3, yaitu sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz. Sifat Allah merupakan sifat sempurna yang hanya dimiliki oleh Allah SWT. sebagai seorang muslim yang baik sebaiknya kita mengetahui sifat wajib, sifat mustahil yang dimiliki Allah SWT agar keimanan kita kepada Allah semakin kuat, berikut sifat-sifat Allah SWT yang perlu kita ketahui :
1.      Sifat Wajib Bagi Allah swt. 
Sifat wajib adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah swt. sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Sifat-sifat wajib Allah tidak dapat diserupakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya maka sifat Allah wajib diyakini dengan akal (wajib aqli)
Dan berdasarkan Al Qur’an dan hadits Nabi saw.
Menurut para ulama kalam sifat wajib bagi Allah itu ada 20 sifat, sebagai berikut:
a.       Wujud artinya Ada
b.      Qidam artinya Dahulu
c.       Baqa’ artinya Kekal
d.      Mukhalafatu lil Hawaditsi artinya Berbeda dari semua Makhluk
e.       Qiyamuhu Binafsihi artinya Berdiri Sendiri
f.       Wahdaniyah artinya Maha Esa
g.      Qodrat artinya Maha Kuasa
h.      Iradat artinya Berkehendak
i.        Ilmu artinya Maha Mengetahui
j.        Hayat artinya Hidup
k.      Sama’ artinya Maha Mendengar
l.        Bashar artinya Maha Melihat
m.    Kalam artinya Berfirman
n.      Qadiran artinya MahaKuasa
o.      Muridan artinya Maha Berkehendak
p.      ‘Aliman artinya Maha Mengetahui
q.      Hayyan artinya Maha Hidup
r.        Sami’an artinya Maha Mendengar
s.       Bashiran artinya Maha Melihat
t.        Mutakalliman artinya Maha Berkata-kata
Kedua puluh sifat wajib Allah ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1)      Sifat Nafsiyah adalah sifat yang hanya berkaitan dengan Zat Allah semata-mata. Sifat ini terdapat dalam sifat wujud.
2)      Sifat Salbiyah adalah sifat yang hanya dimiliki oleh Allah, sedangkan makhluk tidak memilikinya. Sifat ini terdapat dalam lima sifat Allah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, dan wahdaniyat. 
3)      Sifat Ma’ani adalah sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Sifat ini terdapat pada tujuh sifat Allah, yakni qudrat, iradat, ‘ilmu, hayat, sama’, basher, dan kalam.
4)      Sifat Ma’nawiyah adalah keumuman/kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat ini tidak dapat berdiri sendiri karena setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Sifat-sifat yang termasuk ma’nawiyah ada tujuh, yaitu qadiran, muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, bashiran, mutakalliman.    
2.      Sifat Mustahil Bagi Allah swt. 
Sifat mustahil bagi Allah swt. adalah sifat yang tidak layak dan tidak mungkin ada pada Allah swt. Sifat-sifat mustahil ini merupakan kebalikan dari sifat wajib bagi Allah swt. sehingga jumlahnya sama. Sifat-sifat mustahil bagi Allah adalah sebagai berikut:
a.       ‘Adam artinya tidak ada 
b.      Huduts artinya baru atau permulaan 
c.       Fana artinya binasa atau rusak
d.      Mumatsalatu lil Hawaditsi artinya menyerupai yang baru 
e.       Ihtiyaju li ghairihi artinya membutuhkan sesuatu selain dirinya 
f.       Ta’adud artinya berbilang lebih dari satu 
g.      ‘Ajzun artinya lemah 
h.      Karahah artinya terpaksa
i.        Jahlun artinya bodoh 
j.        Mautun artinya mati 
k.      Shamamun artinya tuli 
l.        ‘Umyun artinya buta 
m.    Bukmun artinya bisu 
n.      ‘Ajizan artinya Mahalemah 
o.      Mukrahan artinya Maha terpaksa 
p.      Jahilan artinya Mahabodoh 
q.      Mayyitan artinya Mahamati
r.        Ashamma artinya Mahatuli 
s.       A’ma artinya Mahabuta
t.        Abkama artinya Mahabisu

3.      Sifat Jaiz Bagi Allah swt. 
Allah swt selain memiliki sifat wajib dan mustahil juga memiliki sifat jaiz. Menurut arti bahasa jaiz artinya boleh. Yang dimaksud dengan sifat jaiz bagi Allah swt. Yaitu sifat yang boleh ada dan boleh tidak ada pada Allah. Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak ada. Sifat Jaiz Allah hanya ada satu yaitu Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu, artinya memperbuat sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya. Maksudnya Allah itu berwenang untuk menciptakan dan berbuat sesuatu atau tidak sesuai dengan kehendak-Nya.



[1] Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua, 1986.
[2] Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press, Jakarta,cet.V,1986.
[3] www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id
[4] Nasution, Harun, Tentang Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I,II.
[5] Ahmad Farid, Pohon Iman (Menyemai Iman agar Tumbuh dan Berkembang), (Jakarta: Pustaka Arafah, 2008)
[6] Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, hlm.269

[7] Dr. Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid….. 347.

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Kedudukan antara akal dan wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut. Karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam Islam disebut sebagai akhlak mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dan lainnya. Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna.
Orang yang melakukan kekafiran itu ada lima kondisi:
1)      Apabila melakukannya dengan tidak sukarela, maka ia kafir.
2)      Apabila melakukannya dengan bermain-main maka ia kafir.
3)      Apabila melakukannya dengan ketakutan maka ia kafir.
4)      Apabila ia melakukannya dengan terpaksa dan hatinya rela dengan kekafiran maka ia kafir.
5)      Akan tetapi kalau ia melakukan kekafiran atas dasar paksaan dan hatinya masih dalam keadaan iman maka ia tidak kafir.
Kefasikan ada dua macam yaitu:
a.       kefasikan yang dapat menyebabkan pelakunya pindah agama, yakni kufur. Karena  kafir juga disebut fasik.
b.      Kefasikan yang tidak menyebabkan  pelakunya pindah agama. Karenanya, orang Islam  yang bermaksiat dinamakan orang fasik, sebab, kefasikannya tidak sampai mengeluarkannya dari Islam.
Sifat-Sifat Allah swt. Sifat-sifat Allah terdiri atas 3, yaitu sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz. Sifat Allah merupakan sifat sempurna yang hanya dimiliki oleh Allah SWT. sebagai seorang muslim yang baik sebaiknya kita mengetahui sifat wajib, sifat mustahil,dan sifat jaiz yang dimiliki Allah SWT agar keimanan kita kepada Allah semakin kuat.

B.     Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Farid, Ahmad. Pohon Iman (Menyemai Iman agar Tumbuh dan Berkembang),       (Jakarta: Pustaka Arafah, 2008)
Khalid, Abdul. Abdul Rahman. 1996. Garis Pemisah Antara Kufur dan Iman.       Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution, Harun, Tentang Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I,II.           Quraish Shihab. Wawasan al-Qur’an.
Nasution, Harun. 1986. Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan   kedua.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa          Perbandingan), UI Press, Jakarta,cet.V
Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid.
















Sumber Internet :
www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar