MAKALAH
PRINSIP-PRINSIP SIYASAH ISLAMIYAH
DAN PRAKTIK-PRAKTIK PEMERINTAHAN ISLAM
Disajikan Pada Mata Kuliah Fiqh Siyasah dan Jinayah
oleh:
Trisna Hargi
Ramadianti 11140110000069
Feni Nur
Hidayanti 11140110000088
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis, sehingga makalah yang disajikan untuk makalah berjudul “Prinsip-Prinsip
Siyasah Islamiyah dan Praktik-Praktik Pemerintahan Islam ”, dapat diselesaikan.
Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Hj.Marhamah Saleh, Lc.MA .selaku dosen mata kuliah Fiqh Siyasah dan Jinayah,
yang telah menjadi pembimbing penulis dalam penulisan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini jauh dari sempurna, masih banyak
kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis. Namun demikian, penulis telah berusaha sebaik-baiknya
dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan, atas segala
kesalahan dan kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini penulis mohon maaf.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan
pihak lain pada umumnya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan
Masalah................................................................................................2
C.
Tujuan..................................................................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Prinsip-Prinsip
Siyasah Islamiyah Dalam Kehidupan Masyarakat dan Bangsa
1.
Prinsip-prinsip dari
Al-Qur’an.................................................................3-6
2. Prinsip-prinsip dari Hadist........................................................................6-8
B.
Praktik-Praktik
Pemerintahan Islam Masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin
1.
Praktik-Praktik
Pemerintahan Islam Masa Nabi....................................9-11
2.
Pemerintahan
Islam Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra....................11-14
3.
Pemerintahan
Islam Khalifah Umar Ibn Al Khattab ra........................14-15
4.
Pemerintahan
Islam Khalifah Utsman bin Affan ra.............................15-16
5.
Pemerintahan
Islam Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.............................16-17
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan.....................................................................................................18-19
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring dengan perubahan dan
perkembangan geo politik nasional yang ditandai dengan munculnya berbagai
partai politik Islam, partai politik berbasiskan masa Islam dan perda-perda
syari’ah berpengaruh dalam memberikan warna hukum ketatanegaraan nasional yang
disemangati oleh ajaran Islam. Menurut teori yang dikemukakan J.J. Rousseau (1712-1778 M), bahwa secara natural law, setiap individu-individu melalui perjanjian bersama antara mereka membentuk
sebuah masyarakat (social contract). Dengan terbentuknya sebuah masyarakat ini,
maka secara otomatis pula, terbentuklah sebuah pemerintahan yang dapat mengatur
dan memimpin masyarakat tersebut.[1]
Di kalangan umat islam ada yang
berpendapat bahwa Islam adalah agama yang komprehensif. Misalnya Rasyid Ridha, Hasan Al-Banna dan Al-Maududi meyakini bahwa ”Islam
adalah agama yang serba lengkap”. Di dalam ajarannya antara lain terdapat
sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh
karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem
ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem
ketatanegaraan barat. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus
diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan
oleh empat Khulafa al-Rasyidin.[2]
Sayyid Quthb, penulis tafsir Fi
Zhilal al-Qur’an ,juga berpendapat bahwa Islam adalah agama yang sempurna
dan amat lengkap sebagai suatu sistem kehidupan yang sempurna dan amat lengkap
sebagai suatu sistem kehidupan yang tidak saja meliputi tuntunan moral dan
peribadatan, tetapi juga sistem politik termasuk bentuk dan ciri-cirinya,
sistem masyarakat, sistem ekonomi dan sebagainya.[3]
2
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa saja prinsip-prinsip ketatanegaraan dalam islam?
2. Bagaimana dasar-dasar Siyasah dalam al-Qur’an dan Hadist?
3. Praktik pemerintahan seperti apa yang dilakukan oleh Nabi SAW dan para
Khulfa’ur Rasyidin?
C.
Tujuan
1.
Dapat memahami paradigma hubungan
agama dan negara dalam islam.
2.
Dapat mengetahui Prinsip-prinsip
ketatanegaraan dalam islam.
3.
Dapat mengetahui sistem pemilihan
khalifah.
4.
Dapat
mengetahui praktik-praktik pemerintahan di dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-Prinsip Siyasah Islamiyah Dalam Kehidupan Masyarakat dan
Bangsa
Menurut teori Islam, dalam mekanisme operasional pemerintahan
negara seyogianya mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Islam sebagai landasan
etika dan moral direalisir dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik
Islam era klasik, menurut Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam,
menekankan tiga ciri penting sebuah negara dalam perspektif Islam, yakni adanya
masyarakat Muslim (ummah),hukum Islam
(syariah), dan kepemimpinan
masyarakat Muslim (khilafah).
Prinsip-prinsip negara dalam Islam tersebut ada yang berupa prinsip-prinsip dasar yang
mengacu pada teks-teks syariah yang jelas dan tegas.
1. Prinsip-prinsip dari Al-Qur’an[4]
a. Kedudukan manusia diatas bumi
Status menjadi khalifah
Allah menimbulkan peran-peran tertentu yang harus dijalankan oleh
manusia.Manusia bertugas untuk mengatur dan memimpin bumi dengan baik sesuai
dengan kualitas dan sifat-sifat Allah tetapi hanya sebatas kemampuan
manusia.Oleh sebab itu manusia harus menyebarkan kebaikan di muka bumi dan
mencegah serta menghilangkan serta mencegah segala bentuk kemudharatan dimuka
bumi. Oleh karna itu manusia wajib mengelola,merawat,dan memanfaatkan hasilnya
untuk kesejahteraan seluruh mahluk.
Abul A’la al-Mududi
meletakan prinsip kekhalifahan manusia sebagai salah satu dari tiga prinsip
yang mendasari sistem politik Islam.Dua prinsip laiannya adalah prinsip Keesaan
Tuhan (tauhid) dan prinsip kerasulan.Menurut ajaran Islam ,manusia adalah wakil
Tuhan dimuka bumi karena manusia mengemban kuasa yang didelegasikan Tuhan dalam
batas-
4
batas yang
ditentukan-Nya dan bertugas melaksanakan kekuasaan Tuhan tersebut sesuai dengan
kehendak Tuhan.[5]Sebagaimana
Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 30.
b. Prinsip manusia sebagai umat yang satu
Meskipun manusia
berbeda suku bangsa, warna kulit, tanah air bahkan agama, akan tetapi merupakan
satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah. Dengan demikian,
perbedaan antar manusia harus disikapi dengan pikiran yang positif untuk saling
memberikan kelebihannya masing-masing dan saling menutupi kekurangan
masing-masing.
Keberpihakan islam pada
prinsip persaudaraan dan persamaan didasarkan pada tujuan yang hendak diraih
yakni adanya pengakuan terhadap persaudaraan semesta dan saling menghargai
diantara sesama umat manusia sehingga dapat tercipta kehidupan yang toleran dan
damai.Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an al-Mukminun: 52 “Sesungguhnya
(agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah
Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.”
c. Prinsip menegakan kepastian hukum dan keadilan
Dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, amanah merupakan amanah rakyat yang diberikan kepada
seorang pemimpin untuk menjalankan roda pemerintah yang di dalamnya terkandung
nilai-nilai kontrak sosial. Bagi pengemban amanah harus mampu manjalankan titah
rakyat sekaligus harus mampu menjadi pelayan rakyat dan wajib hukumnya untuk
bersikap adil.Sebagaimana yang terdapat dalam Surat An-Nisa ayat 58 “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat”
5
d. Prinsip kepemimpinan
Allah
telah menjadikan kalian sebagai penguasa di atas bumi, yang telah menggantikan
umat dan masyarakat yang sebelummu, juga Allah telah mengangkat sebagaian dari
kamu beberapa derajat, tingkat dari yang lain, kekuasaan dan ketinggian derajat
itu tidak lain Allah akan menguji kalian, bagaimana menerima, mempergunakan dan
mensyukuri pemberian Tuhanmu itu.Sebagaimana tertulis
dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa:59 yang artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. “
e. Prinsip musyawarah
Prinsip musyawarah
menghendaki agar hukum perundang-undangan dan kebijakan politik diterapkan
melalui musyawarah di antara mereka yang berhak. Masalah yang diperselisihkan
para peserta musyawarah harus diselesaikan dengan menggunakan ajaran-ajaran dan
cara-cara yang terkandung alam al-Qur’an dan sunnah Rasul Allah SAW.
Prinsip musyawarah ini diperlukan agar para
penyelenggara negara dapat melaksanakn tugasnya dengan baik dan bertukar
pikiran dengan siapa saja yang dianggap tepat guna mencapai yang terbaik untuk
semua.Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Asy-Syuro: 38 “Urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka”
f. Prinsip persatuan dan persaudaraan
Terkandung dalam
Al-Qur’an Surat Al-Hujarat ayat 10 “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat”
g. Prinsip hidup bertetangga/ hubungan antar negara bertetangga
Kemestian
mempertahankan kedaulatan negara, dan larangan melakukan agresi dan infasi
tercantum di dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah 190: “Dan perangilah di jalan
Allah orang-orang yang memerangi kamu”
h. Prinsip perdamaiman dan peperangan/hubungan internasional
Islam sebagai agama
rahmatan lilalamin mengedepankan prinsip perdamaian dalam segala aspek
kehidupan sesuai dengan tujuan risalah yang
6
dibawa oleh nabi
Muhammad SAW tersebut.Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfral
ayat 61:”Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah
kepadanya dan bertaqwalah kepada Allah”.
i. Prinsip ekonomi dan perdagangan
Dalam kehidupan
masyarakat tentunya tak lepas dari kegiatan ekonomi,di dalam ilmu fiqih ini
sudah diatur secara jelas bagaimana bentuk bermuamalah dengan baik.Sebagaimana
tercantum dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa 29 :“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesama dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu”
j. Prinsip hak-hak asasi
Semua warga negara dijamin hak-hak
pokok tertentu. Menurut Subhi
Mahmassani dalam bukunya Arkan Huquq al-Insan, beberapa hak warga
negara yang perlu dilindungi adalah: jaminan terhadap keamanan pribadi, harga
diri dan harta benda, kemerdekaan untuk
mengeluarkan pendapat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan pelayanan hukum secara
adil tanpa diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan
medis dan kesehatan, serta keamanan untuk melakukan aktifitas-aktifitas
ekonomi.
2. Prinsip-prinsip dari Hadist
a. Prinsip kebutuhan akan pemimpin
“Apabila ada tiga orang
bepergian keluar hendaklah salah sorang siantara mereka menjadi pemimpin”(H.R
Abu Daud)[6]
b. Prinsip tanggung jawab seorang pemimpin
“Tiap-tiap kamu adalah seorang pemimpin dan
bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya, seorang kepala negara yang memimpin
rakyat bertanggungjawab atas mereka, dan seorang laki-laki adalah pemimpin penghuni
rumahnya dan bertanggungjawab atas mereka”(Mutafaq ‘alaihi)[7]
7
c. Prinsip hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin berdasarkan persaudaraan
saling mencintai
“ Pemimpin-pemimpin
kamu yang baik adalah pemimpin-pemimpin yang mencintai mereka (rakyat) dan
mereka mencintai kamu, mereka mendoakan kamu dan kamu mendoakan
mereka.Sedangkan pemimpin-pemimpin yang tidak baik adalah para pemimpin yang
kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat
kamu”( H.R Ahmad)[8]
d. Prinsip ketaatan
“Wajib atas seorang
muslim mendengarkan dan menaati baik yang disenangi maupun tidak, kecuali jika
ia perintah untuk melakukan maksiat”(H.R Bukhori)[9]
e. Pemimpin yang tidak konsisten dan tidak bertanggungjawab
“Akan datang kepada
kamu pemimpin-pemimpin yang memerintahkan kamu untuk melakukan sesuatu padahal
mereka tidak melaksanakannya, barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka
itu dan membantu kezaliman mereka, maka ia tidak termasuk golonganku dan aku
tidak termasuk golongannya”(H.R Ahmad)[10]
f. Prinsip tolong menolong oleh yang kuat atas yang lemah dan yang kaya atas
yang miskin
“Barang siapa memiliki
kelebihan berupa kemampuan, maka hendaklah ia membantu dengan kelebihannya itu
atas orang yang tidak memiliki
kemampuan,dan barang
siapa memiliki kelebihan bekal maka hendaklah ia memberikan itu kepada orang
yang kekurangan bekal.”(H.R Abu Daud)[11]
g. Prinsip kebebasan berpendapat
“Siapa diantara kamu
melihat kemunkaran maka hendaklah ia ubah dengan tangannya,jika tidak mampu
dengan lisannya dan jika tidak mampu dengan
lisannya dengan hatinya
dan yang tidak demikian adalah selemah-lemahnya iman.”(H.R Ahmad)[12]
8
h. Prinsip persamaan di depan hukum
“Sesungguhnya
orang-orang yang sebelum kamubinasa lantaran apabila ada seorang tokoh
terhormat mencuri mereka membiarkannya, dan tetapi apabila ada sorang yang
lemah mencurimereka melaksanakan hukum atasnya.Demi Allah ,seandainya Fatimah
binti Muhammad mencuri niscahya aku akan potong tangannya.”(H.R Ahmad)[13]
i.
Prinsip dalam
mengangkat para pejabat negara atau pelaksana suatu urusan
Barang siapa memegang
kekuasaan mengurus urusan kamum muslimin, kemudian ia mengangkat seoarang
padahal ia menemukan orang yang lebih pantas bagi kaum muslimin daripada orang
itu, maka sungguh ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.
B.
Praktik-Praktik Pemerintahan Islam Masa Nabi dan Khulafa’
Al-Rasyidin.
Sebelum menjelaskan masing-masing praktik pemerintahan pada masa
Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin, ada baikan kita terlebih dahulu mengetahui
Dasar-dasar tata aturan Pemerintahan Islam.[14]
Pertama: keadilan.
Keadilan merupakan tujuan yang umum atau tujuan dari segala tujuan dari
pemerintah Islam. Keharusan pemerintah berlaku adil, diterangkan oleh Al-Qur’an
dalam banyak ayat dan mengerahkan kita supaya berlaku adil, dan itulah tujuan
dari pemerintahan. Dan banyak hadist-hadist Rasul yang menguatkan ajaran Al-Qur’an.[15]
Kedua: Syura
(Permusyawaratan). Tata aturan pemerintahan yang ditetapkan oleh islam, ialah
tata aturan parlementer. Allah telah mewajibkan kita ummat Islam ini menegakkan
syura dalam dua ayat. Nash yang pertama menyuruh Rasul untuk bermusyawarah (surat
Al-Imran ayat 156). Nash yang kedua menerangkan bahwa diantara sifat para
mu’min yang fondamentil, ialah
9
melaksanakan
sesuatu dengan jalan bermusyawarah (surat Asy-syura ayat 36 dan 38).
Ketiga: Tanggungjawab
Pemerintah. Kaidah yang ketiga ini yakni pemerintah harus bertanggungjawab
terhadap keselamatan negara dan rakyat.
Setelah mengetahui Dasar-dasar Pemerintahan maka marilah masuk
kepada pembahasan kita yaitu Praktik-praktik Pemerintahan pada Masa Nabi dan
Khulafa’ Al-Rasyidin.
1.
Praktik-Praktik Pemerintahan Islam Masa Nabi.
Selain sebagai Nabi dan Rasulullah dan Kepala Pemerintahan,
Muhammad SAW adalah juga seorang Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, sebab
dalam kenyataannya beliau telah mendirikan negara bersama orang-orang pribumi
(Anshar) dan masyarakat pendatang (Muhajirin), beliau membuat konstitusi
tertulis (Undang-undang Dasar) untuk berbagai suku-suku termasuk Yahudi, beliau
memberi perlindungan (proteksi) kepada umat Non Islam, beliau mengirim dan
menerima duta-duta dan beliau membuat ikrar kebulatan tekad Aqaba.
Nabi Muhammad SAW juga meletakkan dasar-dasar peraturan negara yang
disiarkan ke seluruh dunia dan semata-mata hanya menjalankan hukum keadilan dan
belas kasih. Beliau mengkhotbahkan persamaan antara seluruh manusia serta
kewajiban untuk saling menolong dan persaudaraan sedunia.[16]
Nabi Muhammad SAW melaksanakan politik kenegaraan, mengirim dan
menerima duta, memutuskan perang dan membuat perjanjian serta bermusyawarah.
Sekarang apakah yang disabdakan Nabi dalam urusan pemerintahan, diantaranya
sebagai berikut:
“..... musyawarahkanlah urusanmu itu diantara kamu, dan jangan
membuat keputusan dengan satu pendapat saja”.
Tentang Oposisi beliau
bersabda sebagai berikut:
“Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, hendaknya ia
merusaknya dengan tangannya, apabila ia tidak mampu maka hendaknya
10
dengan
lidahnya, dan apabila ia tidak mampu, maka hendaknya dengan hatinya, dan itulah
selemah-lemahnya iman.
Tentang Sogok beliau
bersabda sebagai berikut:
“ Barangsiapa menyenangkan hari seorang penguasa atas perbuatan
buruknya yang dibenci oleh Tuhannya, maka sesungguhnya orang itu telah keluar
dari negara Allah.
Tentang Korupsi beliau
bersabda sebagai berikut:
Khianat yang terbesar ialah tindakan seorang wali (pejabat) yang
memperdagangkan milik rakyatnya.
Tentang Loyalitas
beliau bersabda sebagai berikut:
Tidak satu pun menjadi wali kaum muslimin, kemudian dia tidak
berupaya dengan sungguh-sungguh dan tulus bagi kepentingan mereka, kecuali ia
pasti tidak akan masuk surga bersama mereka.
Dari beberapa contoh sabda Nabi Muhammad SAW di atas menunjukkan
bahwa dalam Hadist pun banyak mengatur tentang hal-hal pemerintahan. Jadi
pemerintahan dimasa Nabi merupakn patokan utama kita terutama bagaimana beliau
melakukan pembinaan mental dalam membentuk aparatur negara yang bersih dan
berwibawa.[17]
Strategi Rasulullah SAW untuk mendirikan negara Islam tercermin
dalam tiga poin penting, sebagai berikut:
1.
Poin Pertama
1.
Menjatuhkan
legimitasi konstitusional dari pemerintahan Mala suku Quraisy.
2.
Keharusan
untuk menghantam slogan-slogan keagamaan yang dijadikan oleh suku Quraisy
sebagai pilar di dalam melegimitasi rezim mereka.
3.
Keharusan
mengajak untuk mengatur seluruh kehidupan sesuai dengan format agama dengan
berpedoman kepada Kitab yang diturunkan Allah SWT dari langit (wahyu) sebagai
pengganti bagi agama konvensional (buatan manusia).
11
4.
Keharusan
mengajak untuk bersandar kepada syariat yang diwahyukan sebagai pengganti dari
ambisi-ambisi pribadi serta kemauan-kemauan individual.
2.
Poin Kedua
Keharusan untuk mengancam atau bila kondisinya memungkinkan
menghantam kepentingan-kepentingan ekonomi suku Quraisy.
3.
Poin Ketiga
Keharusan untuk menikam Quraisy dari luar melalui aliansi,
kesepakatan bertetangga, serta perjanjian saling menolong dan saling
mempercayai. Namun perlu diingat bahwa kedua poin ini tidak dapat dipisah.
Dimana bahwa pemerintah menghantam kepentingan ekonomi Quraisy tidak akan berhasil kecuali dengan memutuskan jaringan
aliansi serta kesepakatan yang bangsa Quraisy berlindungan di dalamnya serta
bertopang kepadanya. Sebagaimana juga bahwa upaya memutuskan jaringan ekonomi ini
secara otomatis akan menuntun kepada terbentuknya aiansi-aliansi baru. Hal ini
akan berkonsekuensi pada kacaunya kondisi ekonomi Quraisy serta sekaligus
mengacaukan kondisi politiknya secara keseluruhan. Hal itulah yang telah
Rasulullah saw. niatkan untuk beliau kerjakan dalam gerakan beliau yang akan
datang serta sesuai dengan metodologi yang tidak akan keluar dari filsafat
sejarah keagamaan. Juga tidak menyimpang dari dasar konsep politik yang telah
ditegaskan oleh Al-Qur’an.[18]
2.
Pemerintahan Islam Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra.
Sebagai konvensi negara-negara demokrasi dewasa ini, kepala kepala
pemerintahan memulai masa jabatannya dengan sebuah pidato pelantikan. Hal ini
karena Negara-negara demokrasi tersebut menghendaki rakyat sebagai kedaulatan
tertinggi, sehingga dengan pidato pelantikan tersebut diharapkan merupakan
janji penguasa kepada rakyat, tentang tugas dan
12
fungsi
yang akan dilaksanakan pemerintah dan akan dipertanggungjawabkan di kemudian
hari.
Adapun tentang konstitusi hukum yang terkandung dalam pidato Abu
Bakar sesaat setelah penobatannya. Setelah dia mengucap hamdalah (pujian kepada
Allah), Dia berkata: “Wahai manusia sekalian:
a.
Aku
diangkat menjadi pemimpin kalian, namun aku bukanlah yang terbaik dari kalian.
b.
Jika
kalian melihat aku berada di atas kebenaran, maka bantulah aku. (Dalam riwayat
lain: jika aku berlaku baik maka bantulah aku).
c.
Namun,
jika kalian hat aku berada di atas kebatilan, maka luruskanlah aku. (dalam
riwayat lain: jika aku berlaku jahat maka tegakkan hukum atasku).
d.
Kejujuran
adalah amanah dan kebohongan adalah khianat.
e.
Taatilah
aku selama aku taat kepada Allah dalam memerintah kalian, namun jika aku
maksiat, maka tidak ada kata taat kepadaku atas kalian.
f.
Ketahuilah,
yang terkuat diantara kalian di sisiku lemah, hingga aku mengambil hak darinya.
Dan yang terlemah diantara kalian di sisiku kuat, hingga aku mengambil hak
untukknya. (Dalam riwayat lain: Orang yang lemah dari kalian, kuat disisiku
hingga aku memberikan haknya kepadanya insyaAllah . Dan orang yang kuat dari
kalian, lemah di sisiku, hingga aku mengambil hak darinya).
g.
Tidak
meninggalkan jihad oleh suatu kaum kecuali Allah akan menimpakan kepada mereka
sebuah kehinaan.
h.
Tidak
tersebar kekejian dalam suatu kaum kecuali Allah akan menimpakan bala secara
menyeluruh. Aku katakan perkataanku ini dan aku memohon ampunan kepada Allah,
untukku dan untuk kalian.[19]
Sebagai Kepala
Pemerintahan beliau berpesan kepada para panglima –panglimanya sebagai berikut:
13
“janganlah kamu
mengabaikan pasukanmu lalu mereka menjadi rusak dan jangan kamu mata-matai lalu
mereka jahat dan jangan kamu membuka
rahasia orang dan cukuplah diperhatikan ynag kelihatan dari mereka”.[20]
Selanjutnya
kita lihat penggunaan pajak di masa Khalifah Abu Bakar. Karena pada dasarnya
orang enggan membayar pajak saat ini, kendatipun pajak merupakan iuran rakyat
kepada kas negara atau peralihan kekayaan dari sektor partikelir kepada sektor
pemerintahan berdasarkan peraturan (perundang-undangan) dengan tidak mendapat
jasa kembali dan yang langsung dipungut dan yang akan digunakan untuk
pengeluaran umum (pembangunan) untuk kelangsungan hidup negara.[21]
Pajak yang
terkumpul dalam kas negara (baitul mal) digunakan bagi yang berhak menerimanya
dengan cara yang benar, misalnya fakir miskin, anak yatim dan lain-lain. Baitul
Maal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum Muslimin. Karena itu, mereka tidak
mengizinkan pemasukan sesuatu ke dalamnya atau pengeluaran sesuatu darinya yang
berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan dengan Syari’at.
Bagaimana
teladan Khalifah Abu Bakar terhadap Baitul Maal, menjelang wafat beliau
menyuruh menghitung apa yang telah diterimanya dari Baitul Maal lalu
dikembalikannnya dengan hartanya, ia berkata kepada puterinya Aisya ra.
“Apabila saya
mati maka kembalikanlah kepada mereka piring-piring mereka, hamba sahaya, unta,
gilingan gandum, selimut yang memeliharaku, dari dingin dan alas tidur yang
memeliharaku kotoran tanah, isi alas tidur itu terdiri dari daun korma.[22]
14
Dan Khalifah juga mengatakan sebagai berikut: Aku pernah berkata
kepada Umar bahwa aku merasa khawatir, adakah aku berhakl memperoleh makan dari
harta ini. Dan Umar telah memaksaku untuk berbuat demikian.
kini apabila aku meninggal dunia, ambilah bagia hartaku sebanyak
delapan ribu dirham dan kembalikanlah itu ke Baitul Maal.
Ketika Abu
Bakar membawanya ke hadapan Umar, Umar Ibn Al-Khattab ra. berkata:
“semoga Allah
merahmati Abu Bakar, ia telah membuat payahnya orang-orang yang datang setelah
dia, dengan kepayahan yang amat berat.
3.
Pemerintahan Islam Khalifah Umar Ibn Al Khattab ra.
Pidato-pidato Khalifah Umar yang terkenal antara lain adalah
sebagai berikut:
a.
Di
depan Majelis Permusyawaratan waktu itu beliau menyampaikan tentang politik
kekhalifahan sebagai berikut:
Aku tidak mengumpulkan kamu sekalian melainkan agar kamu dapat
bersama-sama memikul amanat yan dipikulkan kepada aku dalam urusan kamu, sebab
aku hanyalah orang seperti salah seorang di antara kamu dan sekarang kamu dapat
memutuskan kebenaran, baik aku ditentang oleh siapa saja yang menentangku atau
disetujui oleh siapa saja yang menyetujuiku, dan aku sekali-kali tidak
mempunyai keinginan agar kamu mengikuti hawa nafsuku dalam hal ini.
b.
Tentang
tunjungan bagi Kepala Pemerintah yang diperoleh dari Kas Negara (Baitul Maal)
beliau mengatakan:
Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua
potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin, dan uang yang
cukup untuk hidup sehari-hari seorang diantara oarng Quraisy yang biasa, dan
setelah itu aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.
c.
Kepada
wajib pajak beliau mengatakan:
15
Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada suatu hak bagi siapa pun
untuk ditaati dalam suatu perbuatan maksiat. Kamu sekalian memiliki beberapa
hak atas diriku yang akan kujalani dan kupegang teguh. Aku berjanji tidak akan
memungut atas pajak atas hasil karunia yang kamu peroleh dari Allah kecuali
dengan jalan yang sebenarnya, dan kamu sekalian
berhak
mencegah aku mengeluarkan sesuatu yang telah berada di tanganku kecuali dengan
haknya.
Tindakan pertama yang diambil Umar setelah menjadi Khalifah ialah
mencopot Khalid bin Walid dari kedudukannya sebagai panglima perang.[23]
Kemudian mengirim tentara yang segar untuk Mutsanna, pengusiran orang-orang
Yahudi dan Nasrani, melakukan penaklukkan dan konsekuensinya, menerapkan
kebijakan-kebijakan untuk Persia, Mesir, orang-orang Arab dan masih banyak lagi
yang Umar lakukan dalam pemerintahannya.
4.
Pemerintahan
Islam Khalifah Utsman bin Affan ra. `
Pidato pelantikan dari Khalifah Terpilih Utsman bin Affan ra.
setelah beliau dibai’at adalah sebagai berikut:
“Amma
ba’du, sesungguhnya tugas ini telah dipikulkan kepadaku dan aku telah
menerimanya, dan sesungguhnya aku adalah seorang muttabi’ (yakni pengikut
sunnah Rasul SAW) dan bukanlah seorang mubtadi’ (yakni seorang yang berbuat
bid’ah). Ketahuilah bawa kalian berhak menuntut aku mengenai selain kitab Allah
dan sunnah Nabi-Nya SAW, yaitu mengikuti apa yang telah dilakukan oleh
orang-orang sebelumku dalam hal-hal ynag kamu sekalian telah bersepakatdan
telah kamu jadikan sebagai kebiasaan, membuat kebiasaan baru yang layak bagi
ahli kebajikan dalam hal-hal yang belum kamu jadikan sebagai kebiasaan, dan
mencegah diriku dari bertindak atas kamu kecuali dalam hal-hal yang kamu
sendiri telah menyebabkannya.”
. . .” lemparkanlah dunia di mana
Allah melemparkannya, dan carilah akhirat karena Allah telah membuat
perumpamaan bagi dunia, . . . (lalu Khalifah membaca firman Allah yang
artinya).”
16
“Dan
berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah
sebagai air hujan yang Kami turunkan
dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi,
kemudian tumbuh-
tumbuhan
itu menjadi kering yang di terbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu”[24]
Khalifah yang pada masa
pemerintahannya Al Qur’an dibukukan ini memang lebih memperhatikan pembinaan
mental, misalnya begitu beliau melihat Baitul Maal penuh, maka beliau menambah
pemberian (jatah) dan mengambilkan untuk mesjid, yang disajikan dalam bentuk
makanan yang tetap, bagi orang-orang yang i’tikaf, beribadah dan ibnu Sabil.
Pada masa beliau pula kota Madinah
sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Islam dipercantik, bangunan dan
gedung-gedung ditambah, dimulai dengan Mesjid Rasulullah SAW, diluaskan dan
dibangun dengan batu yang diukir serta tiangnya dibuat dari batu yang dihias permata.
5.
Pemerintahan Islam Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.
Pertama-tama perlu kita melihat pidato-pidato beliau semasa
menjabat sebagai Khalifah, yaitu antara lain kepada para Gubernurnya beliau
mengatakan sebagai berikut:
Berlaku adilah terhadap manusia dan
bersabarlah menghadapi kebutuhan mereka, sebab mereka itulah perbendaharaan
rakyat . . . jangan lah kamu tolak mereka mengenai permintaannya dan
sekali-kali jangan engkau jual pakaian musim dingin, pakaian musim panas dan
hewan milik rakyat, begitu pula hambatannya untuk menagih pajak (kharaj) dan
jangan sekali-kali kamu memukul seseorang hanya karena satu dirham yang tidak
dapat dilunasi.
Kasus pertama yang menuntut
penyelesaian segera dari Khalifah adalah mengenai hukuman yang akan dijatuhkan
terhadap pembunuhan Utsman. Tuntutan ini datang dari berbagai pihak, bahkan
dari pihak-pihak yang menyaksikan peristiwa itu. Mereka melakukan agitasi untuk
mendesak
17
agar
dipenuhi tuntutan mereka sesuai dengan cara berfikir mereka masing-masing.
Segera Setelah dia memegang kendali
pemerintahan pada bulan juni, dia memulai sebuah pemerintahan baru. Ali
melakukan perubahan-perubahan penting dalam struktur pemerintahannya, sebagai
berikut:
1.
Utsman
bin Hanif, pemuka kaum Anshar, diangkat sebagai gubernur Bashrah.
2.
Sahul
bin Hanif, saudara Utsman bin Hanif, diangkat sebagai gubernur Syiria setelah
Abdullah bin Abbas menyatakan penolakannya.
3.
Qais
bin Sa’ad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar, diangkat sebagai gubernur Mesir.
4.
Ubaidillah
bin Abbas, saudara sepupu Ali, diangkat sebagai gubernur Yaman.
5.
Ali
memilih tiga orang pimpinan terkemuka Anshar, dengan tujuan untuk mendamaikan
antarkelompok yang semakin besar pengaruhnya di Madinah.
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
A.
Prinsip-Prinsip
Siyasah Islamiyah Dalam Kehidupan Masyarakat dan Bangsa
Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir
politik Islam era klasik, menurut Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam, menekankan tiga ciri penting
sebuah negara dalam perspektif Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah),hukum Islam (syariah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim (khilafah).
Prinsip-prinsip negara dalam Islam tersebut ada yang berupa prinsip-prinsip dasar yang
mengacu pada teks-teks syariah yang jelas dan tegas.Ada 2 prinsip yang sangat
mendasari pada pemerintahan Islam yaitu:
a. Prinsip-prinsip dari Al-Qur’an
b. Prinsip-prinsip dari Hadist
B.
Praktik-Praktik
Pemerintahan Islam Masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin.
Sebelum menjelaskan masing-masing
praktik pemerintahan pada masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin, ada baikan kita
terlebih dahulu mengetahui Dasar-dasar tata aturan Pemerintahan Islam,yaitu Pertama:
keadilan, Kedua: Syura (Permusyawaratan) dan Ketiga:
Tanggungjawab Pemerintah.
1.
Praktik-Praktik
Pemerintahan Islam Masa Nabi.
Nabi
Muhammad SAW juga meletakkan dasar-dasar peraturan negara yang disiarkan ke
seluruh dunia dan semata-mata hanya menjalankan hukum keadilan dan belas kasih.
Beliau mengkhotbahkan persamaan antara seluruh manusia serta kewajiban untuk
saling menolong dan persaudaraan sedunia.
2.
Pemerintahan
Islam Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra.
Sebagai
konvensi negara-negara demokrasi dewasa ini, kepala kepala pemerintahan memulai
masa jabatannya dengan sebuah pidato pelantikan.
18
19
Hal
ini karena Negara-negara demokrasi tersebut menghendaki rakyat sebagai
kedaulatan tertinggi, sehingga dengan pidato pelantikan tersebut diharapkan
merupakan janji penguasa kepada rakyat, tentang tugas dan fungsi yang akan
dilaksanakan pemerintah dan akan dipertanggungjawabkan di kemudian hari.
3.
Pemerintahan
Islam Khalifah Umar Ibn Al Khattab ra.
Pidato-pidato
Khalifah Umar yang terkenal antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Di
depan Majelis Permusyawaratan waktu itu beliau menyampaikan tentang politik
kekhalifahan
b.
Tentang
tunjungan bagi Kepala Pemerintah yang diperoleh dari Kas Negara (Baitul Maal)
c.
Kepada
wajib pajak
4.
Pemerintahan
Islam Khalifah Utsman bin Affan ra.
Khalifah yang pada masa pemerintahannya Al Qur’an dibukukan ini
memang lebih memperhatikan pembinaan mental, misalnya begitu beliau melihat
Baitul Maal penuh, maka beliau menambah pemberian (jatah) dan mengambilkan
untuk mesjid, yang disajikan dalam bentuk makanan yang tetap, bagi orang-orang
yang i’tikaf, beribadah dan ibnu Sabil.
Pada masa beliau pula kota Madinah sebagai
ibukota dan pusat pemerintahan Islam dipercantik, bangunan dan gedung-gedung
ditambah, dimulai dengan Mesjid Rasulullah SAW, diluaskan dan dibangun dengan
batu yang diukir serta tiangnya dibuat dari batu yang dihias permata.
5.
Pemerintahan
Islam Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.
Pertama-tama perlu kita melihat pidato-pidato beliau semasa
menjabat sebagai Khalifah, yaitu antara lain kepada para Gubernurnya beliau
mengatakan sebagai berikut:
Berlaku adilah terhadap manusia dan
bersabarlah menghadapi kebutuhan mereka, sebab mereka itulah perbendaharaan
rakyat . . . jangan lah kamu tolak mereka mengenai permintaannya dan
sekali-kali jangan engkau jual pakaian musim dingin, pakaian musim panas dan
hewan milik rakyat, begitu pula hambatannya untuk menagih pajak (kharaj) dan
jangan sekali-kali kamu memukul seseorang hanya karena satu dirham yang tidak
dapat dilunasi.
DAFTAR PUSTAKA
Soehino. 2000. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty
Sjadzali,
Munawir.1990. Islam dan Tata Negara,Ajaran,Sejarah dan Pemikiran.
Jakarta: UI-Press
Quthb, Sayyid.1974.
Islam the Religion of the Future. Dhelhi: Liberty Art Press
Pulungan, Suyuti. 2002. Fiqih
Siyasah (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
A’la, Abul al-Maududi.1995. Hak
Asasi Manusia dalam Islam (Terjemah) . Iriana ,Bambang Djajaatmadja. ”Human
Rights in Islam”. Jakarta: Bumi Aksara
Daud,Abu. 1998.
Sunan Abu Daud, Vol.II. al-Qahirat: Daar al-Hadist
Daud,Abu. 1998.
Sunan Abu Daud, Vol.III. al-Qahirat: Daar al-Hadist
Hambal,bin
Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid I. Al-Maktab al-Islami
Hambal,bin
Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid II. Al-Maktab al-Islami
Hambal,bin
Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid IV. Al-Maktab al-Islami
Hambal,bin
Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid VI. Al-Maktab al-Islami
Bukhori, Shahih
Bukhori, Jilid III
Ash-Shiddieqy,
Hasbi. 1971. Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Lerouge,
aymond, R, La Vie De Mahomet. Halaman 18-19. Dikutip Hashem dalam Kekaguman
Dunia Terhadap Islam.1983. Bandung:Pustaka
Kencana, Inu
Syafi’ie. 1994. Ilmu Pemerintahan Dan Al-Qur’an. Jakarta: Bumi Aksara
Abd. Qadir
Hamid, Tijani. 2001. Pemikiran Politik dalam Al-qur’an. Jakarta: Gema
Insani
Khaliq, Farid
Abdul. 2005. Fikih Politik Islam. Jakarta: Amzah
Mahmoud,
Abbas Al Akkad. 1978. Keutamaan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddieq. (Terjemah).
Gani, Bustami A. Dan Ahmad, Zainal Abidin. “Abqarriyyatu Ash Shiddieq”. Jakarta:Bulan
Bintang
Soemitro,
Rahmat.1965. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan Eresco.Jakarta
Iqbal, Afzal. 2000. Diplomasi Islam. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
[2] Munawir
Sjadzali, Islam dan Tata Negara,Ajaran,Sejarah dan Pemikiran, UI-Press,
Jakarta, 1990, Hal.1 dan 147
[4] Suyuti Pulungan,
Fiqih Siyasah (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran), PT Rja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, Hal.5-12
3
[5] Abul A’la
al-Maududi, Hak Asasi Manusia dalam Islam, terjemahan oleh Bambang
Iriana Djajaatmadja,S.H, dari ”Human
Rights in Islam”, Bumi Aksara, Jakarta, 1995. Hal.1-2
[6] Abu Daud, Sunan
Abu Daud, Vol.III, Daar al-Hadist, al-Qahirat, 1998, Hal.37
[7] Ahmad bin
Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid II ,Al-Maktab al-Islami,
Hal.5 dan 54
[8]
Ahmad bin
Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid VI ,Al-Maktab al-Islami,
Hal. 24
[9] Bukhori, Shahih
Bukhori, Jilid III, Juz 9, Hal.78
[10] Ahmad bin
Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid II ,Al-Maktab al-Islami,
Hal.90
[11] Abu Daud, Sunan
Abu Daud, Vol.II, Daar al-Hadist, al-Qahirat, 1998, Hal.129
[12] Ahmad bin
Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid I,Al-Maktab al-Islami,
Hal.20
[13] Ahmad bin
Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid IV,Al-Maktab al-Islami,Hal.162
[14] Prof. T. M.
Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam, Bulan Bintang, Jakarta:,
1971, Hal. 112
[15] Al-Qur’an
Surat An-Nisa ayat 58
[16]
Raymond Lerouge, La Vie De Mahomet, halaman 18-19 dikutip Hashem dalam Kekaguman
Dunia Terhadap Islam, Pustaka Bandung, 1983, hal 4.
[17] Drs. H.
Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan Dan Al-Qur’an, Bumi Aksara
,Jakarta, 1994, Hal. 172
[18] DR.
Tijani Abd. Qadir Hamid, Pemikiran Politik dalam Al-qur’an, Gema Insani ,Jakarta:,
2001, Hal. 196-197
[19] Farid
Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, Amzah, Jakarta, 2005, Hal. 6
[20] Abbas Mahmoud
Al Akkad (Prof. H. Bustami A. Gani dan Drs. Zainal Abidin Ahmad pent),
Keutamaan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddieq (Abqarriyyatu Ash Shiddieq),
Bulan bintang ,Jakarta, 1978, Hal. 183
[21] Prof. Dr.
Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan Eresco, Jakarta:
1965
[22] Abbas Mahmoud
Al Akkad, Op Cit, halaman 183.
[23] Afzal Iqbal, Diplomasi
Islam, Pustaka Al-Kautsar , Jakarta:, 2000), Hal. 152
[24] Al-Qur’an Surat
Al Kahfi (18) ayat 45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar