Sabtu, 26 September 2015

MAKALAH PRINSIP-PRINSIP SIYASAH ISLAMIYAH DAN PRAKTIK-PRAKTIK PEMERINTAHAN ISLAM




MAKALAH
PRINSIP-PRINSIP SIYASAH ISLAMIYAH
DAN PRAKTIK-PRAKTIK PEMERINTAHAN ISLAM
Disajikan Pada Mata Kuliah Fiqh Siyasah dan Jinayah








oleh:

Trisna Hargi Ramadianti                     11140110000069       
Feni Nur Hidayanti                             11140110000088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2015
KATA PENGANTAR
           
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis, sehingga makalah yang disajikan untuk makalah berjudul “Prinsip-Prinsip Siyasah Islamiyah dan Praktik-Praktik Pemerintahan Islam ”,  dapat diselesaikan.
Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj.Marhamah Saleh, Lc.MA .selaku dosen mata kuliah Fiqh Siyasah dan Jinayah, yang telah menjadi pembimbing penulis dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Namun demikian, penulis telah berusaha sebaik-baiknya dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini penulis mohon maaf. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan pihak lain pada umumnya.











ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Prinsip-Prinsip Siyasah Islamiyah Dalam Kehidupan Masyarakat dan Bangsa
1.      Prinsip-prinsip dari Al-Qur’an.................................................................3-6
2.      Prinsip-prinsip dari Hadist........................................................................6-8
B.     Praktik-Praktik Pemerintahan Islam Masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin
1.    Praktik-Praktik Pemerintahan Islam Masa Nabi....................................9-11
2.    Pemerintahan Islam Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra....................11-14
3.    Pemerintahan Islam Khalifah Umar Ibn Al Khattab ra........................14-15
4.    Pemerintahan Islam Khalifah Utsman bin Affan ra.............................15-16
5.    Pemerintahan Islam Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.............................16-17
BAB III PENUTUP
A.    Simpulan.....................................................................................................18-19
DAFTAR PUSTAKA




iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seiring dengan perubahan dan perkembangan geo politik nasional yang ditandai dengan munculnya berbagai partai politik Islam, partai politik berbasiskan masa Islam dan perda-perda syari’ah berpengaruh dalam memberikan warna hukum ketatanegaraan nasional yang disemangati oleh ajaran Islam. Menurut teori yang dikemukakan J.J. Rousseau (1712-1778 M), bahwa secara natural law, setiap individu-individu melalui perjanjian bersama antara mereka membentuk sebuah masyarakat (social contract). Dengan terbentuknya sebuah masyarakat ini, maka secara otomatis pula, terbentuklah sebuah pemerintahan yang dapat mengatur dan memimpin masyarakat tersebut.[1]
Di kalangan umat islam ada yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang komprehensif. Misalnya Rasyid Ridha, Hasan Al-Banna dan Al-Maududi meyakini bahwa ”Islam adalah agama yang serba lengkap”. Di dalam ajarannya antara lain terdapat sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan barat. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh empat Khulafa al-Rasyidin.[2]
Sayyid Quthb, penulis tafsir Fi Zhilal al-Qur’an ,juga berpendapat bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan amat lengkap sebagai suatu sistem kehidupan yang sempurna dan amat lengkap sebagai suatu sistem kehidupan yang tidak saja meliputi tuntunan moral dan peribadatan, tetapi juga sistem politik termasuk bentuk dan ciri-cirinya, sistem masyarakat, sistem ekonomi dan sebagainya.[3]



2
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja prinsip-prinsip ketatanegaraan dalam islam?
2.      Bagaimana dasar-dasar Siyasah dalam al-Qur’an dan Hadist?
3.      Praktik pemerintahan seperti apa yang dilakukan oleh Nabi SAW dan para Khulfa’ur Rasyidin?
C.     Tujuan
1.    Dapat memahami paradigma hubungan agama dan negara dalam islam.
2.    Dapat mengetahui Prinsip-prinsip ketatanegaraan dalam islam.
3.    Dapat mengetahui sistem pemilihan khalifah.
4.    Dapat mengetahui praktik-praktik pemerintahan di dalam Islam.













BAB II
PEMBAHASAN
A.       Prinsip-Prinsip Siyasah Islamiyah Dalam Kehidupan Masyarakat dan Bangsa
Menurut teori Islam, dalam mekanisme operasional pemerintahan negara seyogianya mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Islam sebagai landasan etika dan moral direalisir dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik Islam era klasik, menurut Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics,  and Islam, menekankan tiga ciri penting sebuah negara dalam perspektif Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah),hukum Islam (syariah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim  (khilafah).
Prinsip-prinsip negara dalam Islam tersebut ada  yang berupa prinsip-prinsip dasar yang mengacu pada teks-teks syariah yang jelas dan tegas.
1.      Prinsip-prinsip dari Al-Qur’an[4]
a.    Kedudukan manusia diatas bumi
Status menjadi khalifah Allah menimbulkan peran-peran tertentu yang harus dijalankan oleh manusia.Manusia bertugas untuk mengatur dan memimpin bumi dengan baik sesuai dengan kualitas dan sifat-sifat Allah tetapi hanya sebatas kemampuan manusia.Oleh sebab itu manusia harus menyebarkan kebaikan di muka bumi dan mencegah serta menghilangkan serta mencegah segala bentuk kemudharatan dimuka bumi. Oleh karna itu manusia wajib mengelola,merawat,dan memanfaatkan hasilnya untuk kesejahteraan seluruh mahluk.
Abul A’la al-Mududi meletakan prinsip kekhalifahan manusia sebagai salah satu dari tiga prinsip yang mendasari sistem politik Islam.Dua prinsip laiannya adalah prinsip Keesaan Tuhan (tauhid) dan prinsip kerasulan.Menurut ajaran Islam ,manusia adalah wakil Tuhan dimuka bumi karena manusia mengemban kuasa yang didelegasikan Tuhan dalam batas-


4

batas yang ditentukan-Nya dan bertugas melaksanakan kekuasaan Tuhan tersebut sesuai dengan kehendak Tuhan.[5]Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 30.
b.    Prinsip manusia sebagai umat yang satu
Meskipun manusia berbeda suku bangsa, warna kulit, tanah air bahkan agama, akan tetapi merupakan satu kesatuan manusia karena sama-sama makhluk Allah. Dengan demikian, perbedaan antar manusia harus disikapi dengan pikiran yang positif untuk saling memberikan kelebihannya masing-masing dan saling menutupi kekurangan masing-masing.
Keberpihakan islam pada prinsip persaudaraan dan persamaan didasarkan pada tujuan yang hendak diraih yakni adanya pengakuan terhadap persaudaraan semesta dan saling menghargai diantara sesama umat manusia sehingga dapat tercipta kehidupan yang toleran dan damai.Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an al-Mukminun: 52 “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.”
c.    Prinsip menegakan kepastian hukum dan keadilan
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, amanah merupakan amanah rakyat yang diberikan kepada seorang pemimpin untuk menjalankan roda pemerintah yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kontrak sosial. Bagi pengemban amanah harus mampu manjalankan titah rakyat sekaligus harus mampu menjadi pelayan rakyat dan wajib hukumnya untuk bersikap adil.Sebagaimana yang terdapat dalam Surat An-Nisa ayat 58 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”


5

d.   Prinsip kepemimpinan
Allah telah menjadikan kalian sebagai penguasa di atas bumi, yang telah menggantikan umat dan masyarakat yang sebelummu, juga Allah telah mengangkat sebagaian dari kamu beberapa derajat, tingkat dari yang lain, kekuasaan dan ketinggian derajat itu tidak lain Allah akan menguji kalian, bagaimana menerima, mempergunakan dan mensyukuri pemberian Tuhanmu itu.Sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa:59 yang artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. “
e.    Prinsip musyawarah
Prinsip musyawarah menghendaki agar hukum perundang-undangan dan kebijakan politik diterapkan melalui musyawarah di antara mereka yang berhak. Masalah yang diperselisihkan para peserta musyawarah harus diselesaikan dengan menggunakan ajaran-ajaran dan cara-cara yang terkandung alam al-Qur’an dan sunnah Rasul Allah SAW.
 Prinsip musyawarah ini diperlukan agar para penyelenggara negara dapat melaksanakn tugasnya dengan baik dan bertukar pikiran dengan siapa saja yang dianggap tepat guna mencapai yang terbaik untuk semua.Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Asy-Syuro: 38  Urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka”
f.     Prinsip persatuan dan persaudaraan
Terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujarat ayat 10 “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”
g.    Prinsip hidup bertetangga/ hubungan antar negara bertetangga
Kemestian mempertahankan kedaulatan negara, dan larangan melakukan agresi dan infasi tercantum di dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah 190: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu”
h.    Prinsip perdamaiman dan peperangan/hubungan internasional
Islam sebagai agama rahmatan lilalamin mengedepankan prinsip perdamaian dalam segala aspek kehidupan sesuai dengan tujuan risalah yang
6

dibawa oleh nabi Muhammad SAW tersebut.Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfral ayat 61:”Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertaqwalah kepada Allah”.
i.      Prinsip ekonomi dan perdagangan
Dalam kehidupan masyarakat tentunya tak lepas dari kegiatan ekonomi,di dalam ilmu fiqih ini sudah diatur secara jelas bagaimana bentuk bermuamalah dengan baik.Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa 29 :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu”
j.      Prinsip hak-hak asasi
Semua warga negara dijamin  hak-hak pokok tertentu. Menurut Subhi Mahmassani dalam bukunya Arkan Huquq al-Insan, beberapa hak warga negara yang perlu dilindungi adalah: jaminan terhadap keamanan pribadi, harga diri  dan harta benda, kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan pelayanan hukum secara adil tanpa diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan medis dan kesehatan, serta keamanan untuk melakukan aktifitas-aktifitas ekonomi.

2.      Prinsip-prinsip dari Hadist
a.       Prinsip kebutuhan akan pemimpin
“Apabila ada tiga orang bepergian keluar hendaklah salah sorang siantara mereka menjadi pemimpin”(H.R Abu Daud)[6]
b.      Prinsip tanggung jawab seorang pemimpin
 “Tiap-tiap kamu adalah seorang pemimpin dan bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya, seorang kepala negara yang memimpin rakyat bertanggungjawab atas mereka, dan seorang laki-laki adalah pemimpin penghuni rumahnya dan bertanggungjawab atas mereka”(Mutafaq ‘alaihi)[7]

7

c.       Prinsip hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin berdasarkan persaudaraan saling mencintai
“ Pemimpin-pemimpin kamu yang baik adalah pemimpin-pemimpin yang mencintai mereka (rakyat) dan mereka mencintai kamu, mereka mendoakan kamu dan kamu mendoakan mereka.Sedangkan pemimpin-pemimpin yang tidak baik adalah para pemimpin yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu”( H.R Ahmad)[8]
d.      Prinsip ketaatan
“Wajib atas seorang muslim mendengarkan dan menaati baik yang disenangi maupun tidak, kecuali jika ia perintah untuk melakukan maksiat”(H.R Bukhori)[9]
e.       Pemimpin yang tidak konsisten dan tidak bertanggungjawab
“Akan datang kepada kamu pemimpin-pemimpin yang memerintahkan kamu untuk melakukan sesuatu padahal mereka tidak melaksanakannya, barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka itu dan membantu kezaliman mereka, maka ia tidak termasuk golonganku dan aku tidak termasuk golongannya”(H.R Ahmad)[10]
f.       Prinsip tolong menolong oleh yang kuat atas yang lemah dan yang kaya atas yang miskin
“Barang siapa memiliki kelebihan berupa kemampuan, maka hendaklah ia membantu dengan kelebihannya itu atas orang yang tidak memiliki
kemampuan,dan barang siapa memiliki kelebihan bekal maka hendaklah ia memberikan itu kepada orang yang kekurangan bekal.”(H.R Abu Daud)[11]
g.      Prinsip kebebasan berpendapat
“Siapa diantara kamu melihat kemunkaran maka hendaklah ia ubah dengan tangannya,jika tidak mampu dengan lisannya dan jika tidak mampu dengan
lisannya dengan hatinya dan yang tidak demikian adalah selemah-lemahnya iman.”(H.R Ahmad)[12]
8

h.      Prinsip persamaan di depan hukum
“Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamubinasa lantaran apabila ada seorang tokoh terhormat mencuri mereka membiarkannya, dan tetapi apabila ada sorang yang lemah mencurimereka melaksanakan hukum atasnya.Demi Allah ,seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri niscahya aku akan potong tangannya.”(H.R Ahmad)[13]
i.        Prinsip dalam mengangkat para pejabat negara atau pelaksana suatu urusan
Barang siapa memegang kekuasaan mengurus urusan kamum muslimin, kemudian ia mengangkat seoarang padahal ia menemukan orang yang lebih pantas bagi kaum muslimin daripada orang itu, maka sungguh ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.

B.     Praktik-Praktik Pemerintahan Islam Masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin.
Sebelum menjelaskan masing-masing praktik pemerintahan pada masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin, ada baikan kita terlebih dahulu mengetahui Dasar-dasar tata aturan Pemerintahan Islam.[14]
Pertama: keadilan. Keadilan merupakan tujuan yang umum atau tujuan dari segala tujuan dari pemerintah Islam. Keharusan pemerintah berlaku adil, diterangkan oleh Al-Qur’an dalam banyak ayat dan mengerahkan kita supaya berlaku adil, dan itulah tujuan dari pemerintahan. Dan banyak hadist-hadist Rasul yang menguatkan ajaran Al-Qur’an.[15]
Kedua: Syura (Permusyawaratan). Tata aturan pemerintahan yang ditetapkan oleh islam, ialah tata aturan parlementer. Allah telah mewajibkan kita ummat Islam ini menegakkan syura dalam dua ayat. Nash yang pertama menyuruh Rasul untuk bermusyawarah (surat Al-Imran ayat 156). Nash yang kedua menerangkan bahwa diantara sifat para mu’min yang fondamentil, ialah



9

melaksanakan sesuatu dengan jalan bermusyawarah (surat Asy-syura ayat 36 dan 38).
Ketiga: Tanggungjawab Pemerintah. Kaidah yang ketiga ini yakni pemerintah harus bertanggungjawab terhadap keselamatan negara dan rakyat.
Setelah mengetahui Dasar-dasar Pemerintahan maka marilah masuk kepada pembahasan kita yaitu Praktik-praktik Pemerintahan pada Masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin.

1.      Praktik-Praktik Pemerintahan Islam Masa Nabi.
Selain sebagai Nabi dan Rasulullah dan Kepala Pemerintahan, Muhammad SAW adalah juga seorang Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, sebab dalam kenyataannya beliau telah mendirikan negara bersama orang-orang pribumi (Anshar) dan masyarakat pendatang (Muhajirin), beliau membuat konstitusi tertulis (Undang-undang Dasar) untuk berbagai suku-suku termasuk Yahudi, beliau memberi perlindungan (proteksi) kepada umat Non Islam, beliau mengirim dan menerima duta-duta dan beliau membuat ikrar kebulatan tekad Aqaba.
Nabi Muhammad SAW juga meletakkan dasar-dasar peraturan negara yang disiarkan ke seluruh dunia dan semata-mata hanya menjalankan hukum keadilan dan belas kasih. Beliau mengkhotbahkan persamaan antara seluruh manusia serta kewajiban untuk saling menolong dan persaudaraan sedunia.[16]
Nabi Muhammad SAW melaksanakan politik kenegaraan, mengirim dan menerima duta, memutuskan perang dan membuat perjanjian serta bermusyawarah. Sekarang apakah yang disabdakan Nabi dalam urusan pemerintahan, diantaranya sebagai berikut:
“..... musyawarahkanlah urusanmu itu diantara kamu, dan jangan membuat keputusan dengan satu pendapat saja”.
Tentang Oposisi beliau bersabda sebagai berikut:
“Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, hendaknya ia merusaknya dengan tangannya, apabila ia tidak mampu maka hendaknya
10

dengan lidahnya, dan apabila ia tidak mampu, maka hendaknya dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.
Tentang Sogok beliau bersabda sebagai berikut:
“ Barangsiapa menyenangkan hari seorang penguasa atas perbuatan buruknya yang dibenci oleh Tuhannya, maka sesungguhnya orang itu telah keluar dari negara Allah.
Tentang Korupsi beliau bersabda sebagai berikut:
Khianat yang terbesar ialah tindakan seorang wali (pejabat) yang memperdagangkan milik rakyatnya.
Tentang Loyalitas beliau bersabda sebagai berikut:
Tidak satu pun menjadi wali kaum muslimin, kemudian dia tidak berupaya dengan sungguh-sungguh dan tulus bagi kepentingan mereka, kecuali ia pasti tidak akan masuk surga bersama mereka.
Dari beberapa contoh sabda Nabi Muhammad SAW di atas menunjukkan bahwa dalam Hadist pun banyak mengatur tentang hal-hal pemerintahan. Jadi pemerintahan dimasa Nabi merupakn patokan utama kita terutama bagaimana beliau melakukan pembinaan mental dalam membentuk aparatur negara yang bersih dan berwibawa.[17]
Strategi Rasulullah SAW untuk mendirikan negara Islam tercermin dalam tiga poin penting, sebagai berikut:
1.      Poin Pertama
1.      Menjatuhkan legimitasi konstitusional dari pemerintahan Mala suku Quraisy.
2.      Keharusan untuk menghantam slogan-slogan keagamaan yang dijadikan oleh suku Quraisy sebagai pilar di dalam melegimitasi rezim mereka.
3.      Keharusan mengajak untuk mengatur seluruh kehidupan sesuai dengan format agama dengan berpedoman kepada Kitab yang diturunkan Allah SWT dari langit (wahyu) sebagai pengganti bagi agama konvensional (buatan manusia).
11

4.      Keharusan mengajak untuk bersandar kepada syariat yang diwahyukan sebagai pengganti dari ambisi-ambisi pribadi serta kemauan-kemauan individual.
2.      Poin Kedua
Keharusan untuk mengancam atau bila kondisinya memungkinkan menghantam kepentingan-kepentingan ekonomi suku Quraisy.
3.      Poin Ketiga
Keharusan untuk menikam Quraisy dari luar melalui aliansi, kesepakatan bertetangga, serta perjanjian saling menolong dan saling mempercayai. Namun perlu diingat bahwa kedua poin ini tidak dapat dipisah. Dimana bahwa pemerintah menghantam kepentingan ekonomi    Quraisy tidak akan berhasil kecuali dengan memutuskan jaringan aliansi serta kesepakatan yang bangsa Quraisy berlindungan di dalamnya serta bertopang kepadanya. Sebagaimana juga bahwa upaya memutuskan jaringan ekonomi ini secara otomatis akan menuntun kepada terbentuknya aiansi-aliansi baru. Hal ini akan berkonsekuensi pada kacaunya kondisi ekonomi Quraisy serta sekaligus mengacaukan kondisi politiknya secara keseluruhan. Hal itulah yang telah Rasulullah saw. niatkan untuk beliau kerjakan dalam gerakan beliau yang akan datang serta sesuai dengan metodologi yang tidak akan keluar dari filsafat sejarah keagamaan. Juga tidak menyimpang dari dasar konsep politik yang telah ditegaskan oleh Al-Qur’an.[18]

2.      Pemerintahan Islam Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra.
Sebagai konvensi negara-negara demokrasi dewasa ini, kepala kepala pemerintahan memulai masa jabatannya dengan sebuah pidato pelantikan. Hal ini karena Negara-negara demokrasi tersebut menghendaki rakyat sebagai kedaulatan tertinggi, sehingga dengan pidato pelantikan tersebut diharapkan merupakan janji penguasa kepada rakyat, tentang tugas dan

12

fungsi yang akan dilaksanakan pemerintah dan akan dipertanggungjawabkan di kemudian hari.
     Adapun tentang konstitusi hukum yang terkandung dalam pidato Abu Bakar sesaat setelah penobatannya. Setelah dia mengucap hamdalah (pujian kepada Allah), Dia berkata: “Wahai manusia sekalian:
a.       Aku diangkat menjadi pemimpin kalian, namun aku bukanlah yang terbaik dari kalian.
b.      Jika kalian melihat aku berada di atas kebenaran, maka bantulah aku. (Dalam riwayat lain: jika aku berlaku baik maka bantulah aku).
c.       Namun, jika kalian hat aku berada di atas kebatilan, maka luruskanlah aku. (dalam riwayat lain: jika aku berlaku jahat maka tegakkan hukum atasku).
d.      Kejujuran adalah amanah dan kebohongan adalah khianat.
e.       Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dalam memerintah kalian, namun jika aku maksiat, maka tidak ada kata taat kepadaku atas kalian.
f.       Ketahuilah, yang terkuat diantara kalian di sisiku lemah, hingga aku mengambil hak darinya. Dan yang terlemah diantara kalian di sisiku kuat, hingga aku mengambil hak untukknya. (Dalam riwayat lain: Orang yang lemah dari kalian, kuat disisiku hingga aku memberikan haknya kepadanya insyaAllah . Dan orang yang kuat dari kalian, lemah di sisiku, hingga aku mengambil hak darinya).
g.      Tidak meninggalkan jihad oleh suatu kaum kecuali Allah akan menimpakan kepada mereka sebuah kehinaan.
h.      Tidak tersebar kekejian dalam suatu kaum kecuali Allah akan menimpakan bala secara menyeluruh. Aku katakan perkataanku ini dan aku memohon ampunan kepada Allah, untukku dan untuk kalian.[19]
Sebagai Kepala Pemerintahan beliau berpesan kepada para panglima –panglimanya sebagai berikut:

13
“janganlah kamu mengabaikan pasukanmu lalu mereka menjadi rusak dan jangan kamu mata-matai lalu mereka jahat  dan jangan kamu membuka rahasia orang dan cukuplah diperhatikan ynag kelihatan dari mereka”.[20]
Selanjutnya kita lihat penggunaan pajak di masa Khalifah Abu Bakar. Karena pada dasarnya orang enggan membayar pajak saat ini, kendatipun pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara atau peralihan kekayaan dari sektor partikelir kepada sektor pemerintahan berdasarkan peraturan (perundang-undangan) dengan tidak mendapat jasa kembali dan yang langsung dipungut dan yang akan digunakan untuk pengeluaran umum (pembangunan) untuk kelangsungan hidup negara.[21]
Pajak yang terkumpul dalam kas negara (baitul mal) digunakan bagi yang berhak menerimanya dengan cara yang benar, misalnya fakir miskin, anak yatim dan lain-lain. Baitul Maal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum Muslimin. Karena itu, mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu ke dalamnya atau pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan dengan Syari’at.
Bagaimana teladan Khalifah Abu Bakar terhadap Baitul Maal, menjelang wafat beliau menyuruh menghitung apa yang telah diterimanya dari Baitul Maal lalu dikembalikannnya dengan hartanya, ia berkata kepada puterinya Aisya ra.
“Apabila saya mati maka kembalikanlah kepada mereka piring-piring mereka, hamba sahaya, unta, gilingan gandum, selimut yang memeliharaku, dari dingin dan alas tidur yang memeliharaku kotoran tanah, isi alas tidur itu terdiri dari daun korma.[22]


14
Dan Khalifah juga mengatakan sebagai berikut: Aku pernah berkata kepada Umar bahwa aku merasa khawatir, adakah aku berhakl memperoleh makan dari harta ini. Dan Umar telah memaksaku untuk berbuat demikian.
kini apabila aku meninggal dunia, ambilah bagia hartaku sebanyak delapan ribu dirham dan kembalikanlah itu ke Baitul Maal.
Ketika Abu Bakar membawanya ke hadapan Umar, Umar Ibn Al-Khattab ra. berkata:
“semoga Allah merahmati Abu Bakar, ia telah membuat payahnya orang-orang yang datang setelah dia, dengan kepayahan yang amat berat.
3.      Pemerintahan Islam Khalifah Umar Ibn Al Khattab ra.
Pidato-pidato Khalifah Umar yang terkenal antara lain adalah sebagai berikut:
a.    Di depan Majelis Permusyawaratan waktu itu beliau menyampaikan tentang politik kekhalifahan sebagai berikut:
Aku tidak mengumpulkan kamu sekalian melainkan agar kamu dapat bersama-sama memikul amanat yan dipikulkan kepada aku dalam urusan kamu, sebab aku hanyalah orang seperti salah seorang di antara kamu dan sekarang kamu dapat memutuskan kebenaran, baik aku ditentang oleh siapa saja yang menentangku atau disetujui oleh siapa saja yang menyetujuiku, dan aku sekali-kali tidak mempunyai keinginan agar kamu mengikuti hawa nafsuku dalam hal ini.
b.    Tentang tunjungan bagi Kepala Pemerintah yang diperoleh dari Kas Negara (Baitul Maal) beliau mengatakan:
Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin, dan uang yang cukup untuk hidup sehari-hari seorang diantara oarng Quraisy yang biasa, dan setelah itu aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.
c.    Kepada wajib pajak beliau mengatakan:

15

Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada suatu hak bagi siapa pun untuk ditaati dalam suatu perbuatan maksiat. Kamu sekalian memiliki beberapa hak atas diriku yang akan kujalani dan kupegang teguh. Aku berjanji tidak akan memungut atas pajak atas hasil karunia yang kamu peroleh dari Allah kecuali dengan jalan yang sebenarnya, dan kamu sekalian
berhak mencegah aku mengeluarkan sesuatu yang telah berada di tanganku kecuali dengan haknya.
Tindakan pertama yang diambil Umar setelah menjadi Khalifah ialah mencopot Khalid bin Walid dari kedudukannya sebagai panglima perang.[23] Kemudian mengirim tentara yang segar untuk Mutsanna, pengusiran orang-orang Yahudi dan Nasrani, melakukan penaklukkan dan konsekuensinya, menerapkan kebijakan-kebijakan untuk Persia, Mesir, orang-orang Arab dan masih banyak lagi yang Umar lakukan dalam pemerintahannya.

4.      Pemerintahan Islam Khalifah Utsman bin Affan ra.      `
Pidato pelantikan dari Khalifah Terpilih Utsman bin Affan ra. setelah beliau dibai’at adalah sebagai berikut:
“Amma ba’du, sesungguhnya tugas ini telah dipikulkan kepadaku dan aku telah menerimanya, dan sesungguhnya aku adalah seorang muttabi’ (yakni pengikut sunnah Rasul SAW) dan bukanlah seorang mubtadi’ (yakni seorang yang berbuat bid’ah). Ketahuilah bawa kalian berhak menuntut aku mengenai selain kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya SAW, yaitu mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang sebelumku dalam hal-hal ynag kamu sekalian telah bersepakatdan telah kamu jadikan sebagai kebiasaan, membuat kebiasaan baru yang layak bagi ahli kebajikan dalam hal-hal yang belum kamu jadikan sebagai kebiasaan, dan mencegah diriku dari bertindak atas kamu kecuali dalam hal-hal yang kamu sendiri telah menyebabkannya.”
          . . .” lemparkanlah dunia di mana Allah melemparkannya, dan carilah akhirat karena Allah telah membuat perumpamaan bagi dunia, . . . (lalu Khalifah membaca firman Allah yang artinya).”
16

“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai  air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-
tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”[24]
          Khalifah yang pada masa pemerintahannya Al Qur’an dibukukan ini memang lebih memperhatikan pembinaan mental, misalnya begitu beliau melihat Baitul Maal penuh, maka beliau menambah pemberian (jatah) dan mengambilkan untuk mesjid, yang disajikan dalam bentuk makanan yang tetap, bagi orang-orang yang i’tikaf, beribadah dan ibnu Sabil.
          Pada masa beliau pula kota Madinah sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Islam dipercantik, bangunan dan gedung-gedung ditambah, dimulai dengan Mesjid Rasulullah SAW, diluaskan dan dibangun dengan batu yang diukir serta tiangnya dibuat dari batu yang dihias permata.

5.      Pemerintahan Islam Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.
Pertama-tama perlu kita melihat pidato-pidato beliau semasa menjabat sebagai Khalifah, yaitu antara lain kepada para Gubernurnya beliau mengatakan sebagai berikut:
          Berlaku adilah terhadap manusia dan bersabarlah menghadapi kebutuhan mereka, sebab mereka itulah perbendaharaan rakyat . . . jangan lah kamu tolak mereka mengenai permintaannya dan sekali-kali jangan engkau jual pakaian musim dingin, pakaian musim panas dan hewan milik rakyat, begitu pula hambatannya untuk menagih pajak (kharaj) dan jangan sekali-kali kamu memukul seseorang hanya karena satu dirham yang tidak dapat dilunasi.
          Kasus pertama yang menuntut penyelesaian segera dari Khalifah adalah mengenai hukuman yang akan dijatuhkan terhadap pembunuhan Utsman. Tuntutan ini datang dari berbagai pihak, bahkan dari pihak-pihak yang menyaksikan peristiwa itu. Mereka melakukan agitasi untuk mendesak
17

agar dipenuhi tuntutan mereka sesuai dengan cara berfikir mereka masing-masing.
          Segera Setelah dia memegang kendali pemerintahan pada bulan juni, dia memulai sebuah pemerintahan baru. Ali melakukan perubahan-perubahan penting dalam struktur pemerintahannya, sebagai berikut:
1.      Utsman bin Hanif, pemuka kaum Anshar, diangkat sebagai gubernur Bashrah.
2.      Sahul bin Hanif, saudara Utsman bin Hanif, diangkat sebagai gubernur Syiria setelah Abdullah bin Abbas menyatakan penolakannya.
3.      Qais bin Sa’ad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar, diangkat sebagai gubernur Mesir.
4.      Ubaidillah bin Abbas, saudara sepupu Ali, diangkat sebagai gubernur Yaman.
5.      Ali memilih tiga orang pimpinan terkemuka Anshar, dengan tujuan untuk mendamaikan antarkelompok yang semakin besar pengaruhnya di Madinah.









BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
A.      Prinsip-Prinsip Siyasah Islamiyah Dalam Kehidupan Masyarakat dan Bangsa
Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik Islam era klasik, menurut Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics,  and Islam, menekankan tiga ciri penting sebuah negara dalam perspektif Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah),hukum Islam (syariah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim  (khilafah).
Prinsip-prinsip negara dalam Islam tersebut ada  yang berupa prinsip-prinsip dasar yang mengacu pada teks-teks syariah yang jelas dan tegas.Ada 2 prinsip yang sangat mendasari pada pemerintahan Islam yaitu:
a.       Prinsip-prinsip dari Al-Qur’an
b.      Prinsip-prinsip dari Hadist
B.       Praktik-Praktik Pemerintahan Islam Masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin.
Sebelum menjelaskan masing-masing praktik pemerintahan pada masa Nabi dan Khulafa’ Al-Rasyidin, ada baikan kita terlebih dahulu mengetahui Dasar-dasar tata aturan Pemerintahan Islam,yaitu Pertama: keadilan, Kedua: Syura (Permusyawaratan) dan Ketiga: Tanggungjawab Pemerintah.
1.    Praktik-Praktik Pemerintahan Islam Masa Nabi.
Nabi Muhammad SAW juga meletakkan dasar-dasar peraturan negara yang disiarkan ke seluruh dunia dan semata-mata hanya menjalankan hukum keadilan dan belas kasih. Beliau mengkhotbahkan persamaan antara seluruh manusia serta kewajiban untuk saling menolong dan persaudaraan sedunia.
2.    Pemerintahan Islam Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra.
Sebagai konvensi negara-negara demokrasi dewasa ini, kepala kepala pemerintahan memulai masa jabatannya dengan sebuah pidato pelantikan.

                                                 18


19

Hal ini karena Negara-negara demokrasi tersebut menghendaki rakyat sebagai kedaulatan tertinggi, sehingga dengan pidato pelantikan tersebut diharapkan merupakan janji penguasa kepada rakyat, tentang tugas dan fungsi yang akan dilaksanakan pemerintah dan akan dipertanggungjawabkan di kemudian hari.
3.    Pemerintahan Islam Khalifah Umar Ibn Al Khattab ra.
Pidato-pidato Khalifah Umar yang terkenal antara lain adalah sebagai berikut:
a.    Di depan Majelis Permusyawaratan waktu itu beliau menyampaikan tentang politik kekhalifahan
b.    Tentang tunjungan bagi Kepala Pemerintah yang diperoleh dari Kas Negara (Baitul Maal)
c.     Kepada wajib pajak
4.    Pemerintahan Islam Khalifah Utsman bin Affan ra.
Khalifah yang pada masa pemerintahannya Al Qur’an dibukukan ini memang lebih memperhatikan pembinaan mental, misalnya begitu beliau melihat Baitul Maal penuh, maka beliau menambah pemberian (jatah) dan mengambilkan untuk mesjid, yang disajikan dalam bentuk makanan yang tetap, bagi orang-orang yang i’tikaf, beribadah dan ibnu Sabil.
        Pada masa beliau pula kota Madinah sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Islam dipercantik, bangunan dan gedung-gedung ditambah, dimulai dengan Mesjid Rasulullah SAW, diluaskan dan dibangun dengan batu yang diukir serta tiangnya dibuat dari batu yang dihias permata.
5.    Pemerintahan Islam Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.
Pertama-tama perlu kita melihat pidato-pidato beliau semasa menjabat sebagai Khalifah, yaitu antara lain kepada para Gubernurnya beliau mengatakan sebagai berikut:
        Berlaku adilah terhadap manusia dan bersabarlah menghadapi kebutuhan mereka, sebab mereka itulah perbendaharaan rakyat . . . jangan lah kamu tolak mereka mengenai permintaannya dan sekali-kali jangan engkau jual pakaian musim dingin, pakaian musim panas dan hewan milik rakyat, begitu pula hambatannya untuk menagih pajak (kharaj) dan jangan sekali-kali kamu memukul seseorang hanya karena satu dirham yang tidak dapat dilunasi.


DAFTAR PUSTAKA

Soehino. 2000. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty
Sjadzali, Munawir.1990. Islam dan Tata Negara,Ajaran,Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI-Press
Quthb, Sayyid.1974. Islam the Religion of the Future. Dhelhi: Liberty Art Press
Pulungan, Suyuti. 2002. Fiqih Siyasah (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
A’la, Abul al-Maududi.1995. Hak Asasi Manusia dalam Islam (Terjemah) . Iriana ,Bambang Djajaatmadja. ”Human Rights in Islam”. Jakarta: Bumi Aksara
Daud,Abu. 1998. Sunan Abu Daud, Vol.II. al-Qahirat: Daar al-Hadist
Daud,Abu. 1998. Sunan Abu Daud, Vol.III. al-Qahirat: Daar al-Hadist
Hambal,bin Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid I. Al-Maktab al-Islami
Hambal,bin Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid II. Al-Maktab al-Islami
Hambal,bin Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid IV. Al-Maktab al-Islami
Hambal,bin Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid VI. Al-Maktab al-Islami
Bukhori, Shahih Bukhori, Jilid III
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1971. Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Lerouge, aymond, R, La Vie De Mahomet. Halaman 18-19. Dikutip Hashem dalam Kekaguman Dunia Terhadap Islam.1983. Bandung:Pustaka
Kencana, Inu Syafi’ie. 1994. Ilmu Pemerintahan Dan Al-Qur’an. Jakarta: Bumi Aksara
Abd. Qadir Hamid, Tijani. 2001. Pemikiran Politik dalam Al-qur’an. Jakarta: Gema Insani
Khaliq, Farid Abdul. 2005. Fikih Politik Islam. Jakarta: Amzah
Mahmoud, Abbas Al Akkad. 1978. Keutamaan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddieq. (Terjemah). Gani, Bustami A. Dan Ahmad, Zainal Abidin. “Abqarriyyatu Ash Shiddieq”. Jakarta:Bulan Bintang
Soemitro, Rahmat.1965. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan Eresco.Jakarta
Iqbal, Afzal. 2000. Diplomasi Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar



[1] Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000, Hal.160
[2] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara,Ajaran,Sejarah dan Pemikiran, UI-Press, Jakarta, 1990, Hal.1 dan 147
[3] Sayyid Quthb, Islam the Religion of the Future, Liberty Art Press, Dhelhi, 1974, Hal.1

1
[4] Suyuti Pulungan, Fiqih Siyasah (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran), PT Rja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal.5-12

3
[5] Abul A’la al-Maududi, Hak Asasi Manusia dalam Islam, terjemahan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja,S.H, dari  ”Human Rights in Islam”, Bumi Aksara, Jakarta, 1995. Hal.1-2
[6] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Vol.III, Daar al-Hadist, al-Qahirat, 1998, Hal.37
[7] Ahmad bin Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid II ,Al-Maktab al-Islami, Hal.5 dan 54
[8] Ahmad bin Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid VI ,Al-Maktab al-Islami, Hal. 24
[9] Bukhori, Shahih Bukhori, Jilid III, Juz 9, Hal.78
[10] Ahmad bin Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid II ,Al-Maktab al-Islami, Hal.90
[11] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Vol.II, Daar al-Hadist, al-Qahirat, 1998, Hal.129
[12] Ahmad bin Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid I,Al-Maktab al-Islami, Hal.20
[13] Ahmad bin Hambal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid IV,Al-Maktab al-Islami,Hal.162
[14] Prof. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam, Bulan Bintang, Jakarta:, 1971, Hal. 112
[15] Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 58
[16] Raymond Lerouge, La Vie De Mahomet, halaman 18-19 dikutip Hashem dalam Kekaguman Dunia Terhadap Islam, Pustaka Bandung, 1983, hal 4.
[17] Drs. H. Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan Dan Al-Qur’an, Bumi Aksara ,Jakarta, 1994, Hal. 172
[18] DR. Tijani Abd. Qadir Hamid, Pemikiran Politik dalam Al-qur’an, Gema Insani ,Jakarta:, 2001, Hal. 196-197
[19] Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, Amzah, Jakarta, 2005, Hal. 6
[20] Abbas Mahmoud Al Akkad (Prof. H. Bustami A. Gani dan Drs. Zainal Abidin Ahmad pent), Keutamaan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddieq (Abqarriyyatu Ash Shiddieq), Bulan bintang ,Jakarta, 1978, Hal. 183
[21] Prof. Dr. Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan Eresco, Jakarta: 1965
[22] Abbas Mahmoud Al Akkad, Op Cit, halaman 183.
[23] Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, Pustaka Al-Kautsar , Jakarta:, 2000), Hal. 152
[24] Al-Qur’an Surat Al Kahfi (18) ayat 45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar